The Hunger Games: Out of the Box


Akhir bulan Maret, ada lagi film yang menarik perhatianku. The Hunger Games. Melihat trailernya, tampaknya keren. Lalu prestasi yang diraih film itu juga mencengangkan. Sering disebut-sebut menggeser Film Harry Potter 7 part 2 dan The Twilight Saga. (Padahal beda film dan beda masa. Harusnya jangan disamakan. Aku menyebutnya 'disejajarkan')

The Hunger Games, sebuah permulaan. (gambar diambil dari sini)

Yes, The Hunger Games memang pantas disejajarkan dengan 2 jenis film franchise laris manis Box Office itu. Kenapa? Selain ini proyek franchise dari trilogi novel karangan Suzanne Collins, film ini termasuk film remaja yang bisa dibilang out of the box. Ceritanya gak seperti cerita kebanyakan. Film sadis tapi gak mengumbar kesadisan. Ada sisi romance tapi tidak mengeksplor romantika cengeng. Ada pula sisi petualangan dan teknologi 4 dimensi yang dikonsep sedemikian rupa.

Kasarnya, The Hunger Games mengangkat ide reality show dan games hidup dan mati yang menjadi nyata di film ini. Ini merupakan film bunuh-bunuhan yang gak brutal seperti yang diresahkan para orang tua, mengingat pasar film ini adalah remaja. Teknik shaky camera yang bergerak cepat menetralkan adegan berdarah-darah. Adegan pembunuhan antar-tribute juga dibias dengan musiknya yang mendadak soft. Lagu Taylor Swift, “Safe and Sound” yang mengisi film ini dengan nada lembutnya efektif mengaburkan kesan sadis.

Aku gak bisa mungkir bahwa film ini menarik. Sangat menarik. Dengan pemain yang berakting sepenuh hati, sebut saja Jennifer Lawrence, Josh Hutcherson, Liam Hemsworth serta kisah yang tak biasa membuat film ini beda dari yang lain. Segala emosi bisa dimainkan dengan baik oleh para tokohnya.
Mulai dari keceriaan, kasih sayang, takut, sakit, marah, benci, cinta dan berani mampu dihadirkan seiring cerita.


 The Hunger Games adalah film pertama dari triloginya. Sekuelnya Catching Fire dan Mockingjay akan menyusul.

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts