Gorontalo Heritage: Rumah Pendaratan Soekarno



Kami sempat melewati sebuah rumah putih sederhana di pinggir danau. Rupanya rumah putih itu adalah cagar budaya lainnya di kota Gorontalo. Saat kami datang, tempat ini sepi. Bahkan, rumah itu pun terkunci. Itu bukan museum besar, bukan pula arena bermain. Namun, melihat halamannya yang luas dengan dermaga di pinggir danau, tempat ini jadi tempat wisata. Dari kenyamanannya, pemandangannya, serta nilai sejarahnya, kita layak menyebut tempat ini sebagai lokasi yang wajib dikunjungi selama di Gorontalo.

Sejarahnya dulu, di danau Limboto inilah puluhan tahun lalu Soekarno mendarat menggunakan pesawat amfibi dan menginjakkan kaki pertama kali di Gorontalo. Pada saat itu, misi Soekarno adalah mempertahankan Gorontalo agar tidak lepas dari NKRI. Soekarno pun sempat tinggal beberapa hari di rumah mungil di dermaga itu. Nggak nyangka kan rumah presiden sesederhana ini? Tapi dulu rumah ini tentu rumah yang megah pada masanya.



Untung saja, saat kami berkunjung, ada penjaga yang mengizinkan kami masuk melihat-lihat interior rumah. Sangat sederhana. Rumah itu hanya terdiri dari dua ruangan. Ruang depan yang luas karena tidak ada perabotan dan ruang belakang yang lebih kecil. Kalau boleh menebak, ruangan yang lebih kecil itu tentunya adalah kamar Soekarno meski perabotan yang menandakan itu kamar tidak ada sama sekali. Atau bisa juga ruang kerja Soekarno. Apa pun itu, ruangan di rumah ini sungguh lega. Masih ada TV kecil kuno dan benda antik yang terpajang. Sisanya adalah pigura-pigura berisi foto-foto Soekarno bersama beberapa tokoh masyarakat dan pejabat daerah.








Rumah di pinggir danau tentu menyenangkan. Dan itulah yang kami rasakan saat itu. Begitu keluar rumah, pemandangan Danau Limboto menjadi objek perhatian. Ada bangku-bangku taman untuk duduk-duduk bersantai, meski Danau Limboto sudah lebih mirip rawa daripada danau. Karena lokasi ini adalah cagar budaya, kami tidak boleh seenaknya jalan ke sana-ke sini, megang ini dan itu, atau bahkan jangan coba-coba melompat ke danau. Dermaganya saja dipagari rantai panjang. Memang cagar budaya bukan arena bermain. Selayaknya kita berkunjung dengan tenang dan saling menjaga kelestariannya.

Komentar

Popular Posts