Semarang Heritage: Simbol Cinta Dewi Kwan Im di Pagoda Avalokitesvara

Kalau belum kenal Semarang, jangan kaget dengan banyaknya peninggalan berupa bangunan-bangunan yang unik. Sejarah kota ini tak lepas dari pusat perdagangan, akulturasi, dan pusat penyebaran agama.

Menyusuri ibukota Jawa Tengah ini membuatku tahu banyak bahwa kota ini pernah menjadi saksi bisu keberadaan banyak agama dan suku bangsa. Semarang menjadi kota besar karena perbedaan itu. Mungkin juga Semarang saat ini bisa maju karena pernah dibangun oleh berbagai dinasti. Semarang telah bernegosiasi dengan segala yang baru dan yang beda jauh sebelum bangsa ini bersatu dan merdeka. Patut kita lihat kembali bukti-bukti perbedaan yang alih-alih menggoyahkan, justru malah menyatukan masyarakatnya.


Ini dia Pagoda Avalokitesvara itu.
Ada satu peninggalan Buddha di Semarang yang masih berdiri megah dengan bangunannya yang ikonik, Vihara Buddhagaya Watugong. Komplek peribadatan umat Buddha ini menjadi daya tarik dengan adanya bangunan Pagoda Avalokitesvara yang tahun 2006 dilabeli sebagai pagoda tertinggi di Indonesia oleh MURI. Menarik untuk dikulik, kan?

Saat berkunjung ke vihara ini, tidak ada aktivitas religi khusus yang terlihat kecuali beberapa umat buddha yang sedang berdoa di depan patung Dewi Kwan Im. Aku bersama beberapa teman pada waktu itu memasuki komplek vihara yang berlokasi di daerah Watugong, Ungaran, Semarang. Nuansa Tiongkok terasa sangat kental di sini, ditambah dengan adanya pohon rindang tua yang disebut etnis Tionghoa sebagai Pohon Bodhi di halaman depan. Pohon Bodhi telah ditanam sejak tahun 1955. Di bawah pohon itu terdapat patung Buddha berwarna emas. Epik ya.

Dari area parkir, Pagoda Avalokitesvara berdiri megah dan menjulang. Dengan menaiki beberapa anak tangga dan melewati Pohon Bodhi, aku menuju pintu depan pagoda. Tak ada sekat ruangan di dalamnya. Beberapa ornamen yang dibutuhkan untuk peribadatan serta patung dewi berukuran 5 meter di lantai pertama Pagoda tersebut. Berada di sini dilarang berisik. Ada beberapa pengunjung yang sedang melakukan ritual menurut kepercayaan mereka. Pagoda ini digunakan untuk ritual mengadu nasib dan mengetahui ramalan baik dalam kepercayaan Buddha. Aku mengambil gambar dari jauh dan berkeliling pagoda, melihat ukiran-ukiran yang memenuhi beberapa pintu di sekeliling pagoda. Umumnya, ukiran di pintu kayu itu menunjukan kehidupan beberapa binatang, persis seperti relief batu yang terdapat di tangga depan Pagoda. Ada relief ayam, ular, dan babi.

Patung Buddha emas di bawah pohon bodhi.

Relief ayam, ular, dan babi.

Pintu masuk Pagoda.


Pagoda ini memiliki 7 tingkatan yang mengerucut ke atas. Kalau nonton film Kera Sakti, tentu familiar dengan bentuk pagoda. Bangunan yang diadopsi dari negeri asalnya, Tiongkok, ini menunjukkan suatu tingkatan pertapaan. Semakin tinggi tingkat pertapaan, semakin suci seorang pertapa itu.

Dewi Kwan Im yang dikenal sebagai dewi kasih sayang dipercaya memiliki beberapa wujud. Beberapa wujudnya terpajang dalam patung di bagian teras sekeliling Pagoda. Karena Pagoda ini didirikan untuk memperlihatkan kebesaran sosok sang Dewi, patung-patung Dewi yang berukuran lebih kecil diletakkan di setiap tingkatan Pagoda, mulai dari tingkatan kedua hingga keenam. Patung Dewi Kwan Im menghadap langsung ke empat arah penjuru mata angin. Umat Buddha percaya bahwa Dewi Kwan Im akan memancarkan cinta dan kasih sayangnya ke segala arah. Pada tingkatan ketujuh dari pagoda ini, diletakkan patung Amithaba yang merupakan guru besar para dewa dalam kepercayaan Buddha. 7 tingkatan pagoda artinya 7 tingkatan mencapai kesucian dalam agama Buddha. Sementara, bagiku, 7 tingkatan pagoda artinya 7 jenjang atap yang menjulang, menjadi suatu peninggalan budaya. Bangunannya yang didominasi warna merah hati dan kuning muda memberikan corak peninggalan pengaruh Tiongkok yang pernah ada di Semarang. Dewi Kwan Im dalam kepercayaan Buddha masuk ke Indonesia dalam pengelanaan panjang kaum Tionghoa, salah satunya di Semarang yang telah menjadi kota penuh sejarah panjang percampuran budaya Cina dan pribumi.

Patung Dewi Kwan Im berukuran besar di dalam Pagoda.
Patung Buddha tidur.
Bangunan Vihara Dhammasala yang mengadopsi unsur bangunan budaya Jawa.
Kita juga dapat melihat bentuk akulturasi budaya itu, kok, di bagian Vihara Dhammasala di komplek itu. Vihara sengaja tidak berbentuk bangunan khas negeri Tiongkok. Ada unsur bangunan Jawa (joglo) yang tampak pada bagian atapnya. Suatu harmonisasi pertukaran budaya yang sudah berdiri sejak tahun 1955.

Jika ingin menyeberang ke arah vihara, kita akan melihat patung Buddha berukuran besar terbaring melintang. Patung Buddha ini digambarkan sedang tidur di sebuah pohon rindang yang tumbuh di sekitar komplek. Tampak tenang, santai, dan damai.

Itulah nuansa yang dapat ditangkap dari kunjungan ke Komplek Vihara Buddhagaya Watugong. Ada banyak cerita lagi tentang Semarang Heritage. Perbedaan tak membuat pecah dan sejarah telah membuktikannya selama berpuluh tahun.



Komentar

Popular Posts