Film Dear Nathan, Kisah Bad Boy yang Memesona

Dear Nathan,
Ada kisah yang aku sampaikan
kepadamu terlebih dulu
Sebuah perasaan kaku
yang bermetamorfosa
menjadi kupu-kupu.
...
Atas nama rindu
kutulis sebuah pengakuan
mewakili suara yang tak pernah mampu kuucapkan
Aku mencintaimu

-Quote film Dear Nathan

Saat menonton film Dear Nathan, aku tak punya ekspektasi apa-apa. Namanya juga film remaja dengan artis muda, belum teruji juga, mengandalkan keriuhan novelnya yang ternyata sudah terjual jutaan eksemplar. Aku menonton karena memang ingin nonton film ringan seperti ini.

Jadilah aku duduk manis di depan layar bioskop, menikmati filmnya tanpa harus terbebani apakah film akan bagus atau tidak. Dan, ternyata, it's fun.

Mimpi apa Salma yang merupakan anak baru pindahan dari Bandung harus berurusan dengan Nathan, si anak paling badung di sekolah. Yang lebih bikin Salma nggak bisa tidur lagi adalah saat Nathan mulai menyukainya. Salma yang belum pernah pacaran, cuma anak kaku yang suka baca buku, tak kuasa menolak Nathan. Karena takut? Bukan. Karena memang suka? Salma pun masih malu mengaku. Hingga akhirnya Salma mengenal Nathan lebih dekat. Hubungan mereka membaik dan Nathan ingin berubah demi Salma, demi ibunya juga. Hingga akhirnya mereka harus putus karena suatu kesalahpahaman.

Nathan dan Salma
Nathan dan Salma. (photo by Rapi Films)
Film yang diproduksi oleh Rapi Films ini muncul di tengah film Indonesia lagi produktif. Tapi film ini nggak ketinggalan. Mengangkat tema remaja sudah biasa, tapi film ini membangkitkan formula lama, kisah kasih di sekolah. Sudah lama tidak menonton film yang full set adalah sekolah. Dari novelnya juga sudah terlihat bahwa Dear Nathan memang memiliki dinamika cerita sendiri.

Menjadi Nathan yang diperankan oleh Jefri Nichol, aktor baru yang kebagian peran utama dan poros cerita, tentu menjadi tantangan besar. Dengan novelnya yang laris manis, tokoh Nathan sudah lebih dulu ada di hati pembaca. Ketika Jefri Nichol muncul sebagai wujud nyata Nathan dalam film, awalnya membuatku ragu. Namun, Dear Nathan memang ditujukan untuk cowok ini. Nichol memainkannya dengan cukup apik. Kesan bad boy, arogan, dan broken home tergambar jelas di wajahnya. Ia jatuh cinta pada Salma yang dimainkan cukup lihai oleh Amanda Rawles yang sebenarnya lebih dulu kukenal sebagai beauty vlogger. Beauty and the bad boy. Itulah Dear Nathan.

jurnaland.com
Bad boy ala Jefri Nichol. (Photo by id.bookmyshow)
Tampaknya cerita tentang Bad Boy memang bikin greget. Anak muda zaman sekarang (termasuk aku lho, masih muda) lebih suka tantangan. Cewek sekarang lebih suka cowok tipe bad boy yang lebih bikin hati bergetar manja. Berbeda dengan dulu, cowok populer, kece, berprestasilah yang paling nyangkut di hati. Namun, zaman berubah, selera pun berubah. Dear Nathan menangkap fenomena itu dan memang lahir dari penulis remaja, Erisca Febriani. Tak perlu muluk, hanya butuh tindakan tanpa perlu janji-janji cinta, Salma sudah masuk perangkap cinta Nathan, bahkan aku jamin penontonnya pun akan masuk perangkap cinta Nathan dan Salma.

Dear Nathan mengangkat alur yang kompleks. Dengan banyaknya karakter dan masalah yang ditumpuk-tumpuk dalam novelnya, pihak Screenplay film ini mampu menyaringnya dan menjadikannya lebih sederhana tapi berisi. Tak seperti kebanyakan film remaja, konflik tak hanya hadir dalam 1 kejadian atau menghadirkan pemicu dari 1 arah. Dear Nathan memberikan konflik dari berbagai sisi, bertubi tapi tak lantas menumpuk. Karakter Nathan berloncatan di setiap scene dan Salma mengikuti setiap loncatan itu dengan anggun. Tanpa harus meninggalkan tanya, Dear Nathan menuntaskan konflik demi konflik dengan cara sederhana pula.

Ini adalah film drama remaja yang tak lantas membuat penontonnya ikut jadi drama king atau drama queen. Ini juga bukan film tentang tangis berlarut-larut. Layaknya remaja, yang senang-susah-sedih terpicu dalam satu semangat yang menggambarkan masa muda yang natural dan wajar, meski Bullying, broken home, patah hati, cinta segitiga masih mewarnai dinamika konfliknya. Rasanya ingin mengambil satu cerita yang fokus agar karakternya pun fokus. Namun, ternyata Dear Nathan yang manis di awal, lalu mendadak rumit di bagian tengah, tak kewalahan memberikan pesan-pesan berwarna untuk penonton. Jefri Nichol dan Amanda Rawles membuat warna baru dalam dinamika kisah cinta anak SMA. Masih wajar, sangat manis (teramat manis malah), dan tak banyak kata cinta di antara mereka, tapi sampai ke penonton. Mereka berdua cukup ikonik melewati cerita yang melelahkan dan mereka tetap stunning tanpa harus tenggelam dalam riuhnya konflik yang mewarnai sepanjang film.

jurnaland.com
"Coba liat dulu hati orang di sebelah lo." (photo by id.bookmyshow)
Sosok Salma tampil memukau, mengimbangi Nathan yang berandalan. Pemilihan wardrobe khusus untuk karakter Salma yang berwawasan juga tampak dipikirkan dengan baik. Salma secara konsisten mengenakan pakaian-pakaian santai di luar seragam sekolah. Mungkin tak banyak yang menyadari bahwa sosok Salma ini mengusung tipe cewek bergaya etnik-modern dan tampak sesekali mengenakan panco. Gayanya di luar sekolah terlihat menarik dengan bohemian style. Pemilihan tas yang dikenakan Salma saat di sekolah dan saat santai juga tak jauh-jauh dari tas bermotif etnik. Hair do juga mendukung Salma gaya yang simple, berpendirian, dinamis, meski karakternya sendiri kaku. Ini yang membuat sosok Salma mudah diingat dan ikonik. Diimbangi oleh Nathan yang selalu berjaket, rambut sedikit gondrong, dan aksesoris berupa kalung simple yang menggantung di lehernya serta gelang kulit berwarna gelap di pergelangan tangan.

OST Dear Nathan, "Mata ke Hati" versi akustik dari Hivi juga cukup membuai. Hivi memang mewakili suara-suara remaja dan Dear Nathan menyuarakannya dalam cerita. Lebih renyah terasa. Kolaborasi yang apik tanpa berlebihan. Aku mengakui film ini layak tonton untuk remaja. Easy to watch. Happy watching!

Komentar

  1. Itu di foto pertama si Salma, kukira Marshanda tadinya haha, mirip!

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaaha. Ah, perasaab Omnduut saja itu. Marshanda di Bidadari ya, pas masih kinyis kinyis. :D

      Hapus
  2. sayangnya hingga saat ini belum sempat nonton nih film ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Film ini rame juga ternyata. Kalau pengen nonton yang ringan-ringan, film ini lucu juga. Silakan menonton Kak. :)

      Hapus
  3. Wahh apik ya ternyata, penasaran bingiit buku dan filmnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya kualitas film lebih baik daripada novelnya.

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts