Takabonerate Trip: Bersantai sambil Menatap Pantai di Pulau Tinabo

Pernahkah kamu tinggal di pulau yang tak berpenghuni? Kalau belum, coba ambil ransel dan berliburlah ke Kepulauan Takabonerate, destinasi antimainstream karena lokasinya yang superjauh dari peradaban kota. Temukan Pulau Tinabo di peta destinasimu.



Liburan seru di Pulau Tinabo, Takabonerate.

Pulau Tinabo Besar

Pose di depan tugu Tinabo Island


Di Takabonerate, Pulau Tinabo terbagi dua: Tinabo Besar dan Tinabo Kecil. Nah, yang kami tempati adalah Tinabo Besar. Pulau Tinabo kecil tidak berpenghuni dan letaknya tepat di seberang barat Pulau Tinabo Besar. (Penjelasan tentang Tinabo kecil ada di sini)

Pulau Tinabo jadi satu-satunya pulau yang dijadikan tempat menginap para penjelajah Kepulauan Takabonerate. Sebenarnya ada perkampungan Bajo di Pulau Latondu yang bisa menjadi alternatif penginapan buat yang ingin merasakan hidup bersama penghuni laut Sulawesi. Tapi Tinabo yang kosong ini tentu punya pesona tersendiri. Apalagi cuma ada tujuh penginapan berupa satu homestay besar dan beberapa losmen. Menjadikan pulau ini tenang.

Penginapan di Pulau Tinabo.

Kenapa aku bilang pulau ini sangat jauh dari peradaban kota? Untuk mencapai Pulau Tinabo yang menjadi primadona pulau di Kepulauan Takabonerate, butuh stamina ekstra kuat dan jiwa backpacker yang rela naik kapal motor kecil selama minimal 6 jam. Jika di Indonesia, Pulau Tinabo ini belum banyak dikenal, ternyata orang-orang Barat telah lebih dulu familiar. Seorang guide bercerita kepada kami bahwa ada pasangan dari Belanda yang mengabdikan hidupnya untuk traveling, suatu hari berlayar ke Pulau Tinabo naik kapal pesiar pribadi. Mereka membawa peta sendiri dan tergambar jelas Pulau Tinabo di antara pulau-pulau yang menjadi penunggu taman bawah laut lain di Indonesia. Mereka datang bukan dari Sulawesi. Mereka dari Raja Ampat dan mampir ke Tinabo untuk diving. Setelah itu mereka akan lanjut ke Flores. Penjelajah sejati memang. Dan, saat guide kami bercerita, aku merasa malu bahwa kenapa orang bule berani sampai ke Tinabo, sementara kita bahkan belum familiar dengan nama Tinabo.


Pantai Tinabo yang menghadap ke barat.


Untuk saat-saat ini pengunjung Kepulauan Takabonerate masih dibatasi. Kebetulan sekali pada saat kami ke sana, rombonganku menjadi satu-satunya penghuni Pulau Tinabo, bersama tim guide dan penjaga pulau. Serasa private island, bukan? Pantai milik kami sepenuhnya. Kita bebas untuk teriak, berjumpalitan, lari keliling pulau. Free. Asal jangan buang sampah sembarangan aja.

Nongkrong di jembatan dermaga di depan Pulau Tinabo.

Jumpalitan bersama teman.
Pulau Tinabo ini tidak terlalu besar sehingga sangat memungkinkan kami untuk berkeliling di atas pasir pantai yang putih dan bersih. Bahkan pasir yang putih itu masih terlihat di balik kebeningan air laut yang menyentuh kaki kami.

Saat menyusuri sisi pantai yang menghadap ke timur, ada daratan pasir yang menjorok ke laut dan melengkung. Nah, di daratan itu partikel pasirnya lebih kasar karena berasal dari pecahan karang yang sudah melebur dengan pasir. Meski pecahan karang, wujudnya tak seperti sampah. Karang itu telah terbawa ombak dan terdampar di Pulau Tinabo dalam bentuk serpih-serpih kecil sebesar merica. Sekilas tak terperhatikan, tapi saat diinjak, terdengar suara berderuk. Butirannya lebih kasar daripada pasir. Pantas saja, kalau bertelanjang kaki, lumayan, nih, buat refleksi pagi-pagi.
Keistimewaan lain di Pulau Tinabo adalah kita bisa menikmati matahari terbit dan tenggelam di satu titik dengan hanya tinggal membalik badan. Pulau ini memberikan momen twilight itu terasa sempurna. Saat matahari terbit, semburat-semburat keemasan menyentuh gumpalan awan di langit.

Sisi pantai yang menghadap ke timur.

Sunrise dengan gumpalan awan.

Bersantai di atas pasir pagi-pagi pas untuk relaksasi.

Menatap bias jingga.

Para pencinta matahari terbit.

Kegiatan pagi hari di Tinabo adalah menunggu bayi hiu mampir ke pantai. Sebenarnya tak cuma hiu yang ada di pantai ini. Ikan pari juga ada tapi dia lebih suka bersembunyi di balik karang di bawah dermaga. Setelah membagi-bagikan sarapan ke bayi-bayi hiu itu, saatnya kami yang sarapan. Di antara penginapan, terdapat ruang makan sederhana tapi nyaman. Menu sarapan kami sudah tersedia di sana. Ini bagian dari kenyamanan penginapan yang ditawarkan oleh Tinabo. Karena lingkungan pulaunya yang sunyi, kami lebih leluasa menetap di sana.

Kenyamanan yang ditawarkan Tinabo sebagai resort tentu saja menjadi nilai plus yang membuat kami betah berlibur. Selain pantainya yang tenang dan bersih, ada dermaga yang panjang. Kapal motor kami biasanya diparkir di ujung dermaga. Kedua, homestay yang kami tempati berupa rumah panggung dengan atap khas rumah Bugis. Di rumah panggung ini terdapat teras lebar yang memungkinkan kami bersantai sambil menatap pantai.

Berada di antara pantai dan dermaga.

Homestay yang kami tempati.
Dive centre di Pulau Tinabo.

Sarapan bersama di pondok makan dive centre Tinabo.

Keindahan Pulau Tinabo tak cukup dirasakan saat siang hari. Malamnya kami menikmati angin darat yang tenang, laut tak berombak, dan bintang yang berserak begitu saja di langit. Udara malam sangat tenang. Bahkan, tiduran di teras rumah pun bisa jadi alternatif beristirahat tanpa takut masuk angin. Rasanya malam sungguh bersahabat, temaram, dan damai. Ombak pun hanya serasa menggelitiki kaki. Yang luar biasa memang lukisan bintang yang bisa dipandangi sepuasnya. Tak ada malam yang senyaman malam di Tinabo jika liburan pulau begini.

Malam hari di homestay.
Kata orang, rengkuhlah duniamu, rasakan kelembutan pasir putih terhampar dan panasnya matahari membakar kulitmu. Kamu akan melihat kenikmatan dan kepedihan itu menyatu. Lalu rasakan rindu malam memagut tubuhmu hingga lukisan langit mampu menjadi pengantar mimpi hingga pagi hari. Kita akan tahu bahwa saat pulang, kita akan merindukannya.

Berjemur di dermaga Tinabo.

Pose di dermaga Tinabo.

Komentar

Popular Posts