Piknik 1 Dekade IKSI 2006 di Dusun Bambu

Kami sudah jadi keluarga sejak 10 tahun yang lalu dan seterusnya akan seperti ini.

Tak terasa, 10 tahun berlalu. Ini seperti dongeng romansa yang diawali dengan kekonyolan, masa perkenalan, lalu memuncak hingga kembali tenang. Lalu kita bertemu lagi 10 tahun kemudian, dan hidup bahagia bersama.

Oke, mari kita rewind. Kembali ke 10 tahun yang lalu. Saat berbekal satu koper dan satu tas ransel menginjak Depok bukan untuk liburan, tapi untuk bersekolah.

Lalu, kami bertemu. Bukan. Ini bukan kisah 2 orang. Ini kisah sekelompok orang yang menamai dirinya IKSI (Ikatan Keluarga Sastra Indonesia) 2006. Yes, itu bagian dari kehidupan kampusku, dan menjadi bagian diriku pula hingga saat ini.



IKSI 2006 itu awal yang asing. Kami bertemu tahun 2006. Dipaksa untuk akrab secepat kilat oleh para senior di Hari Hari Kekerabatan. Lalu kami jadi terpaksa bersama pula menghadapi masa-masa kuliah dan mengalami sejuta emosi. Tapi tak satu pun yang keberatan untuk itu. Kami membangun emosi bersama, mengenal satu sama lain, menyocokkan diri dengan puluhan karakter berbeda, dan akhirnya, Inilah kami, IKSI 2006. Tak lagi terpaksa, kami melewati saat santai, saat deadline, saat senang, saat berat, saat sibuk, saat loyo, saat gelisah, bahkan saat terpecah bersama. 4 tahun kuliah, 4 tahun pula kami membangun keluarga ini. So sweet, kan?

IKSI 2006 itu tampak bukan apa-apa bagiku. Hanya semacam perkumpulan biasa karena kami kuliah di satu jurusan. Tapi ternyata, IKSI itu bagian yang mengambil porsi besar juga. Bayangkan, dulu aku bukan siapa-siapa (sekarang juga sih). Lalu, IKSI 2006 satu-satunya tempat untuk berteduh pada awal kuliah. Dari IKSI 2006 pula aku jadi banyak tertawa. HHK, Petang Kreatif, Falasido, HBB, Pemira IKSI, Sindang Barang, dan ragam aktivitas luar akademik yang sungguh-sungguh berkesan. Aku mulai ikut banyak kegiatan kampus di luar IKSI, sibuk dengan urusan masing-masing. Kami tidak mau mengikat kreativitas diri satu sama lain. Hingga akhirnya kami lulus kuliah. Dunia makin membuka, jalan pun makin bercabang. Ya, kami berpisah, meski sesekali bertemu. Tapi tak benar-benar berkumpul.

IKSI 2006 itu mulai menjadi "rumah" (home). Sungguh ajaib bergabung dengan IKSI 2006. Kami terbang jauh, tapi IKSI selalu di situ. Keluargaku di sana. Menunggu. Melihat. Berharap. Dan akhirnya tersenyum. IKSI 2006 tidak pernah pergi. Selalu ada tempat untuk kami.





IKSI 2006 itu selalu suka ria. Dan, 10 tahun kemudian. Ada bel berdering di hati. IKSI 2006 sebelum ini tak pernah memanggil. Ternyata, waktu berjalan sungguh cepat. Akan ada perayaan 1 dekade. Perayaan kecil-kecilan, jarang terjadi, dan entah kenapa, kami pun terpanggil satu per satu. Dimulai dari seorang relawan bernama Anes yang menyampaikan undangan dan mendatangi kami satu per satu untuk rekaman video. Lalu, seorang gerilyawan yang punya kemampuan lebih hebat dari debt collector untuk urusan mengumpulkan dana karya wisata. Apalagi yang kurang?!

Canggung? Not really.

IKSI 2006 itu semacam tragedi jika merunut pada Mitologi Yunani. Kami sudah melewati terlalu banyak kejadian.

Tapi, IKSI 2006 itu juga panggung komedi, jika merunut pada Warkop DKI dan Stand Up Comedy. Semuanya jago membuat suasana renyah, penuh tawa, penuh ide, dan selalu ramah. Jadi, apa yang diragukan? Kami pernah bersama sebelum ini, rasanya ketika berkumpul dan menginap lagi di 1 vila bukan hal yang asing.


September ceria, seceria kami di hari pertama masuk kuliah sepuluh tahun lalu, seceria itu pula kami bertemu di Km 19, hendak piknik di Lembang. Kali ini IKSI 2006 bertambah banyak, ya, karena beberapa dari kami membawa keluarga.

Kalau dulu naik tronton atau sewa angkot, sekarang kami konvoi beberapa mobil, menembus tol Cikampek akhir minggu yang padat. Yang telat dimaklumi, yang nggak ikut dibikin iri. Kalau kata Anes via whatsapp grup,  "Untuk acara, kita udah andal banget bikin rame kok. Gak mungkin ga seru."

IKSI 2006 itu EO, kok, dan anak panggung, sangat mahir menghibur. Tidak ada satu pun acara kami yang gagal dan nggak seru.

Dusun Bambu, here we go...

Hmm...IKSI 2006 itu tidak hedon. Biasanya juga kumpulnya di Kansas atau Klaster. Kali ini, kami kumpul di Burangrang Resto dan boleh pesan apa saja. Hmm, tidak seperti biasa. Ya inilah 1 dekade. Katanya perayaan kecil, nyatanya live music di Burangrang Resto ditarik mendekat dan kami bernyanyi bersama. Aku curiga, setelah ini IKSI 2006 akan ngamen keliling dusun bambu untuk menggalang dana. Ups... Ini bukan Kansas, ingat.

IKSI 2006 itu mendominasi. Kehebohan Burangrang Resto berasal dari kami. Aku ngeri beranda Burangrang rubuh karena ulah kami.






IKSI 2006 itu rempong. Kami merepotkan pegawai resto dengan segala pesanan kami yang luar biasa banyak dan beragam. Belum lagi kami harus menunggu keluarga Puka yang menyusul dan ribet tanya alamat. Lalu satu anak, sebut saja Avi harus rempong dengan tugas kuliah S2-nya yang deadline malam itu juga. Burangrang Resto disulap jadi area belajar-senggol-bacok. Ada sekian dari kami yang sibuk foto-foto dan video-video, dikira studio. Asal jangan sikut-sikut kami soal bayar semua makanan di sini, ya. Biasanya langsung kabur.

IKSI 2006 itu selalu punya panggung sendiri. Tak perlu spotlight, setiap tempat bisa jadi paggung. Teras kayu di pinggir danau Dusun Bambu sudah jadi saksi bergaya dan bersuka ria. Kami senang, tak terbendung. 10 tahun itu berharga, 10 tahun itu artinya bahagia.


A photo posted by Sulung Siti Hanum (@sansadhia) on

Bersambung...

Komentar

Posting Komentar

Popular Posts