Satu lagi drama Cina yang berkesan aku tonton. Aku baru saja menuntaskan drama Cina bertema kompetisi e-sports berjudul Falling Into Your Smile . Jangan tanya mengapa aku nonton drama Cina melulu, ya. Masa PPKM Darurat membuatku punya banyak sekali waktu luang di rumah. Aku random aja cek di WeTV, ada drama baru apa yang menarik. Drama Korea akhir-akhir ini kurang greget. Jadilah aku pilih drama Cina yang satu ini karena cast-nya menarik dan segar-segar. Jadi kesan pertamanya bukan karena plotnya ya, melainkan karena aku lihat di trailer, Falling Into Your Smile benar-benar mengumpulkan cast aktor yang cakep dan anak muda semua. Nggak perlu pikir panjang, aku langsung setel WeTV di TV dan nonton Falling Into Your Smile marathon beberapa hari sebanyak 31 episode. Falling Into Your Smile (sumber: viki.com) Nontonnya nggak bisa berhenti. Karena itu begitu tamat, aku langsung pengin menulis ulasannya di blog ini. Jadi apa yang menarik dari drama Falling Into Your Smile ? 1. Mengangkat te
Menyenangkan dapat menghabiskan waktu sehari dengan seorang adik yang hanya sesekali datang ke Jakarta. Kami berdua sama-sama ingin menonton film, mungkin bukan film yang berat. Libur akhir pekan 17-an memang harus dihabiskan dengan santai. Akhirnya kami pun memilih film Rompis (Roman Picisan) yang memberikan warna lain dalam kisah cinta remaja masa kini. Apalagi bioskop bulan Agustus digempur dengan film-film horor Indonesia. Aku dan adikku yang kini sudah beranjak remaja itu duduk di row E sebuah studio bioskop. Tanpa berekspektasi apa-apa terhadap film ini--hanya berbekal tahu tentang film jadulnya, sedikit nonton series-nya, suka dengan puisinya--kami dengan serius menonton tanpa berkutik. Akan jadi apa film Rompis ini? Apakah mampu mencerahkan generasi milenial dengan puisi-puisi picisan?! Yang memotivasiku nonton ini karena ada puisi di film Rompis. Sedikit mengingatkan kebangkitan film Indonesia lewat puisi yang diangkat Rangga dalam Ada Apa dengan Cinta? dulu sekali. Ta
Udah punya rencana apa buat mudik Idulfitri tahun depan? Aku udah hampir 2 tahun nggak mudik nih ke Padang. Bukannya durhaka, ya, tapi kebetulan banget pas 2 kali musim puasa Ramadhan, aku sedang berada di Georgia dan Bulgaria untuk misi kebudayaan. Jadinya, begitu pulang ke Indonesia menjelang lebaran, aku dan Junisatya memutuskan untuk nggak mudik dulu. Biayanya abis buat jajan takjil di Eropa Timur. :)) Masih Desember, kok udah ngomongin mudik? Ya iya, ini karena orang asyik ngomongin liburan Natal dan Tahun Baru, aku jadi ingat belum ngecek tiket mudik buat tahun depan. Coba aku cek dulu deh. Ngomongin mudik ke Padang, aku mau cerita sedikit tentang budaya Minang. Masih fresh nih cerita tentang misi budayaku di Bulgaria musim semi kemarin. Aku di sana mengenakan pakaian adat Koto Gadang, salah satu daerah di kawasan Bukittinggi. Katanya suntiang Koto Gadang yang cuma berbentuk selendang tebal itu hanya boleh dikenakan oleh perempuan yang sudah menikah (khusus berwarna mera
Di balik hebohnya gaun dan tuksedo pernikahan, kami (aku dan Junisatya) menggiringnya dengan cerita perjalanan. Ini tak seperti cinta super romantis yang diumbar-umbar orang. Kami hanya ingin mengulik bagaimana kisah kami berjalan. Perjalanan. Ya, sebuah kereta pernah mengantar kami dari Jakarta ke Yogyakarta. Itu bukan pertemuan pertama memang. Tapi sejak perjalanan itu, persahabatan terjalin. Belum serius. Belum sangat dekat. Kami hanya menghabiskan waktu bersama, seru-seruan bersama, dan bermain bersama. Seberapa berkesan perjalanan kereta itu? Ya, saat kami menapaki hati lebih serius, perjalanan yang dimulai dari kereta itu menjadi semakin menguatkan kesenangan masing-masing tentang hal unik, klasik, dan cantik. Di situlah aku ingin kembali mengulang rupa awal persahabatan kami dalam balutan rekaman prapernikahan.
Train Station and Railway
Filosofi :
Setiap perjalanan itu pasti ada terminalnya. Stasiun cocok menjadi objek terminal klasik yang bertahan dari dulu sampai sekarang. Stasiun melambangkan kekokohan dari bangunan, peron, rel, hingga gerbong kereta. Lalu, kereta selalu dan hanya bisa berjalan di atas relnya, tidak akan meleset dan keluar jalur. Jika sedikit saja keluar jalur, kereta takkan bisa lanjut dalam perjalanan. Begitu juga dengan perjalanan kami: bertahan, berjalan, dan seirama dalam rel yang sejajar.
The Story
Pada intinya, aku menyukai dunia baca dan sastra, sementara Junisatya menyukai fotografi. Mengambil kesukaan masing-masing, terlintas ide untuk membuat kisahan seperti ini.
Si cewek sedang asyik duduk di sebuah stasiun sambil membaca. Lalu, si cowok sedang sibuk hunting foto di sekitar stasiun itu. Mereka bertemu, berkenalan, dan bercerita. Cerita. Ya, cerita. Stasiun menjadi kisah awal perjalanan mereka. Setelah penantian si cewek tentang kereta yang tak kunjung datang, si cowok datang sebagai kereta itu yang akan membawa si cewek melangkah, berjalan, dan berayun. Ayunan itulah yang akhirnya menjadi torehan cerita dalam suatu perjalanan panjang.
Intinya, menunggu bikin asyik aja. Pada saat menunggu itu, banyak hal yang kita lakukan meski awalnya membosankan. Tapi akhirnya kita bisa jalan bareng membuat sesuatu jadi menarik.
Wahhh, filosofinya lucu :))
BalasHapusSepagian ini baca brides-to-be-stories series, dan aku jadi baper eh laper muahahaha.
BalasHapusomnduut.com
Eh eh ada Om Ndut lagi mampir. Kalau laper, nyeruit yuk. Siapa tau ada yang nemenin nanti. Hilang deh bapernya :)))
Hapus