Ada Pantai di Balik Bukit Berahu, Belitung
Butuh sekitar 96 anak tangga untuk dapat mencapai pantai tersembunyi di balik Bukit Berahu. Tempat ini tidak ada dalam list perjalananku dan Junisatya sebelum berangkat ke Belitung. Kami mendapat rekomendasi tempat ini dari pemilik sebuah restoran seafood, tempat kami makan siang. Kata pemilik restoran itu, "Bukit Berahu jadi tempat nongkrong anak muda Belitung dan pelancong. Kalau mau lihat sunset, datang saja ke Bukit Berahu."
Kami yang sedang asyik makan hidangan khas Belitung berupa gangan ikan sempat berpikir. Melihat arloji yang saat itu sudah pukul 4 sore, apakah sempat kami melaju ke pantai arah utara? Maklum, kami baru saja menghabiskan hari di wilayah Gantong menjenguk negeri laskar pelangi. Kami mampir di Restoran Berage untuk makan siang yang sudah sangat terlambat. Aku dan Junisatya memesan tempat yang lesehan agar bisa selonjoran sambil menunggu pesanan kami datang. Gangan ikan, kerang tumis, dan tumis kangkung. Menu siang yang sempurna hari itu.
Gangan ikan adalah menu makanan khas Belitung yang harus kamu coba. Penampakannya mirip dengan gulai ikan kuning dari Padang, tetapi ditambah nanas dan beberapa rempah sehingga aromanya kuat dan rasanya lebih gurih, asam, dan manis. Junisatya sedikit mengernyit saat mencoba gangan ini karena rasa nanasnya begitu tajam. Overall, memang beginilah rasa aslinya tidak seperti gangan-gangan lain yang sudah diimprovisasi. Menurutku, gangan ikan ini enak dimakan siang-siang dan saat kuahnya masih hangat, meskipun ini bukan menu favorit Junisatya. Aku hanya tertawa melihatnya mengecap rasa dengan ekspresi aneh. Dia lebih suka tumis kerang, selain tidak amis, ya karena cangkang kerang ini sudah dibuka jadi tidak perlu repot lagi menyantapnya.
Usai bersantap siang, kami ditunjukkan arah jalan menuju Tanjung Binga. Kata pemilik restoran, jaraknya tidak terlalu jauh. Mestinya tidak sampai 1 jam, kami bisa sampai di sana. Lagipula matahari terbenam pukul 18.30 di Belitung. Jadi pasti masih sempat. Tanpa pikir panjang, kami pun berangkat ke sana mengikuti rute marka jalan. Satu hal yang saya suka dari Belitung, meski kota kecil, petunjuk arah jalan terpampang dengan jela. Pemerintah dan warga daerah tersebut tahu betul potensi besar pulau ini.
Kami melewati jalan kecil menuju Tanjung Binga. Tanjung Binga merupakan kampung nelayan. Bau anyir menyengat hidung saat kami melewati pinggiran pantai yang penuh dengan nelayan yang berjualan, mulai dari ikan segar, hingga ikan yang telah dikeringkan. Jalanan kecil itu jadi agak padat akibat kegiatan jual-beli dan lalu lalang warga sekitar yang memenuhi pinggiran jalan.
Kami mencari jalan kecil yang menunjukkan arah ke Bukit Berahu. Di antara keramaian Tanjung Binga, jika jeli, kita akan menemukan jalan sempit ke arah kiri. Jalan pun mulai menanjak. Kami dikenakan biaya Rp2.000,- memasuki gerbang restoran Bukit Berahu. Kami mengarahkan kendaraan ke arah restoran dan parkir di sana. Dari restoran itu, terlihat jelas tangga menurun yang katanya berjumlah 96 anak tangga. Pantainya tersuruk di bawah sana, di balik pohon-pohon rindang dan cottage pinggir pantai.
Kami menuruni tangga batu itu dengan sabar. Kemiringannya yang cukup curam membuatku gamang. Tapi aku senang, suara ombak terdengar jelas. Kami menyusuri rumah-rumah panggung yang merupakan bagian dari cottage yang asri. Sepertinya menginap di tempat ini adalah ide bagus, rindang, tenang, dan segar. Andai aku tahu ada penginapan di sini, aku akan memesan 1 kamar di sini untuk satu malam saja.
Telapak kakiku menyentuh pasir pantai lembut. Pantai Bukit Berahu ini terbilang pantai yang pendek. Lokasinya tersembunyi. Pantai ini layak disebut private beach, apalagi bagi yang menginap di cottage eksklusif Bukit Berahu.
Ketenangan di pantai ini, saat sunset menjelang itu rasanya tenang, apalagi bersama orang tersayang. Bukit Berahu, pantai di balik bukit yang membawa kesan walau hanya beberapa saat.
Komentar
Posting Komentar