Forget Jakarta and Getting Lost in Singapore
Akhirnya berkesempatan liburan ke Singapura saat penat menggerogoti pikiran. Tidak ada perencanaan khusus untuk ke sana. Yang terlintas di pikiranku waktu itu hanya ingin mengunjungi suatu tempat yang berbeda, luar kota atau luar negeri. Suara dering ponsel berbunyi, ada yang menelepon. Dia mengabari bahwa sedang ada promo Tiger Air. Tanpa pikir panjang, langsung saja kukulik website penjualan tiket pesawat. And, there we are...
Singapura dalam 2 hari. Destinasi singkat, tanpa persiapan khusus, ala backpacker, hanya berdua dengan seorang travelmate yang penggagas ide gila, kenal 8 tahun dan nggak pernah berhenti sama yang namanya jalan-jalan. Tapi baru kali ini kami benar-benar jalan ke negeri orang berdua dan backpack. Kami sudah bertekad dari awal untuk tidak memesan makanan apa pun selama di sana. Bawa bekal dari rumah lengkap dengan tupperware, beberapa bungkus Indomie, dan camilan. Kami menginap di sebuah hostel, pesan 2 kasur yang benar-benar hanya diberikan tempat sebuah loker tidur dengan ukuran 1x1x2 meter, sekaligus tempat untuk mandi.
Ya, tema perjalanan kami adalah melarikan diri dari Jakarta and getting lost in Singapore.
Dimulai saat pagi-pagi mendarat di Changi Singapore Airport. Dalam keadaan jetlag dan belum makan, kami berjalan ngawur ngidul mencari loket penjulan EZ Link agar bisa naik MRT. Yup, dengan harga $12 dan isi $7, kami langsung bertolak ke stasiun menanti MRT menuju Chinetown. Bukan...Bukan untuk belanja. Kami harus ke Anaya Travel untuk menukarkan tiket Universal Studio dan Garden by The Bay. Ke sanalah tujuan kami dalam destinasi singkat ini.
Dengan tas di punggung, perjalanan dimulai. Berat iya, kaki mulai penat juga iya, tapi kami harus terus berjalan. Lagipula mau istirahat di mana? Yang penting tetap semangat.
Kami beberapa kali transit MRT, hingga belajar membaca peta. Bukan enggan bertanya juga. Peta lokasi di Singapura sudah jelas terarah. Tinggal daya spasial kita yang menentukan kita akan tersesat atau berada di jalan yang benar. Yak, kami sampai di Chinatown. Sudah lewat zuhur dan jam makan siang. Kami harus mencari lokasi penukaran tiket yang sudah dipesan. Setelah memutari pasar chinatown yang sedang gerimis waktu itu, lokasinya ketemu. Masih orang Indonesia yang punya. Tak sampai bertransaksi 5 menit, kami langsung kembali ke stasiun. Kini destinasi adalah Garden by The Bay.
Menghabiskan sore dan malam di Garden by The Bay adalah pilihan yang tepat. Tempatnya sungguh nyaman. Kami berjalan masuk ke Flower Dome, Cloud Forest melewati Dragonfly Bridge. Lalu malamnya kami bisa menikmati lampu-lampu di OCBC Skyway. Makan sore dan makan malam di taman yang luas ini juga seru. Berasa piknik. Sementara meregangkan otot kaki dan otot punggung, kami bisa selonjoran bahkan tiduran di bawah lampu-lampu menara Skyway yang jadi daya tarik baru Singapura saat ini. Kurang indah apalagi coba malam itu.
Setelah puas menggembel di Garden by The Bay, kami kembali ke stasiun. Hostel sudah menunggu untuk ditiduri. Badan sudah tak kuat menanggung beban tas yang makin ke sini, makin terasa berat. Yap, Little Red Dot menjadi lokasi peristirahatan kami. Numpang tidur dan numpang mandi.
Besok siap ke Universal Studio di lokasi Sentosa Island. Jauh-jauh ke negeri orang, mainnya cuma di wahana semacam Dufan? Selintas kita akan berpikir seperti itu. Tapi wujud Singapore Universal Studio menawarkan wahana berbeda tentunya (akan diceritakan di post terpisah).
Seharian lebih tepatnya hari terakhir di Singapura kami habiskan di Universal Studio. Foto-foto, main-main, mengobrol sepanjang jalan, dan bersenang-senang tanpa beban. Itulah tema hidup kami saat itu. Karena sepulang dari Sentosa Island, kami langsung menuju pusat oleh-oleh untuk membeli beberapa cokelat dan pernak-pernik. Kemudian kembali ke Changi Airport.
Penerbangan kami bukan penerbangan malam. Jadwalnya masih keesokan pagi. Jadi intinya, malam itu ke Changi untuk numpang tidur di bandara. Yeah. Memutari bandara Changi yang luar biasa besar, melompat dari terminal 1 ke terminal 2, ke terminal 3, akhirnya kami mendaratkan badan di pulas beberapa jam di McDonald. Kami menunggu pagi datang, check in, berjalan-jalan menikmati hospitality di Changi Airport, lalu pulang (tanpa mandi).
Pulang! Kata itu cocok untuk badan yang rasanya remuk. 2 hari menghilang dari peredaran Jakarta, kami pulang dengan gembira.
Singapura dalam 2 hari. Destinasi singkat, tanpa persiapan khusus, ala backpacker, hanya berdua dengan seorang travelmate yang penggagas ide gila, kenal 8 tahun dan nggak pernah berhenti sama yang namanya jalan-jalan. Tapi baru kali ini kami benar-benar jalan ke negeri orang berdua dan backpack. Kami sudah bertekad dari awal untuk tidak memesan makanan apa pun selama di sana. Bawa bekal dari rumah lengkap dengan tupperware, beberapa bungkus Indomie, dan camilan. Kami menginap di sebuah hostel, pesan 2 kasur yang benar-benar hanya diberikan tempat sebuah loker tidur dengan ukuran 1x1x2 meter, sekaligus tempat untuk mandi.
Ya, tema perjalanan kami adalah melarikan diri dari Jakarta and getting lost in Singapore.
Dimulai saat pagi-pagi mendarat di Changi Singapore Airport. Dalam keadaan jetlag dan belum makan, kami berjalan ngawur ngidul mencari loket penjulan EZ Link agar bisa naik MRT. Yup, dengan harga $12 dan isi $7, kami langsung bertolak ke stasiun menanti MRT menuju Chinetown. Bukan...Bukan untuk belanja. Kami harus ke Anaya Travel untuk menukarkan tiket Universal Studio dan Garden by The Bay. Ke sanalah tujuan kami dalam destinasi singkat ini.
Dengan tas di punggung, perjalanan dimulai. Berat iya, kaki mulai penat juga iya, tapi kami harus terus berjalan. Lagipula mau istirahat di mana? Yang penting tetap semangat.
Kami beberapa kali transit MRT, hingga belajar membaca peta. Bukan enggan bertanya juga. Peta lokasi di Singapura sudah jelas terarah. Tinggal daya spasial kita yang menentukan kita akan tersesat atau berada di jalan yang benar. Yak, kami sampai di Chinatown. Sudah lewat zuhur dan jam makan siang. Kami harus mencari lokasi penukaran tiket yang sudah dipesan. Setelah memutari pasar chinatown yang sedang gerimis waktu itu, lokasinya ketemu. Masih orang Indonesia yang punya. Tak sampai bertransaksi 5 menit, kami langsung kembali ke stasiun. Kini destinasi adalah Garden by The Bay.
Menghabiskan sore dan malam di Garden by The Bay adalah pilihan yang tepat. Tempatnya sungguh nyaman. Kami berjalan masuk ke Flower Dome, Cloud Forest melewati Dragonfly Bridge. Lalu malamnya kami bisa menikmati lampu-lampu di OCBC Skyway. Makan sore dan makan malam di taman yang luas ini juga seru. Berasa piknik. Sementara meregangkan otot kaki dan otot punggung, kami bisa selonjoran bahkan tiduran di bawah lampu-lampu menara Skyway yang jadi daya tarik baru Singapura saat ini. Kurang indah apalagi coba malam itu.
Setelah puas menggembel di Garden by The Bay, kami kembali ke stasiun. Hostel sudah menunggu untuk ditiduri. Badan sudah tak kuat menanggung beban tas yang makin ke sini, makin terasa berat. Yap, Little Red Dot menjadi lokasi peristirahatan kami. Numpang tidur dan numpang mandi.
Besok siap ke Universal Studio di lokasi Sentosa Island. Jauh-jauh ke negeri orang, mainnya cuma di wahana semacam Dufan? Selintas kita akan berpikir seperti itu. Tapi wujud Singapore Universal Studio menawarkan wahana berbeda tentunya (akan diceritakan di post terpisah).
Seharian lebih tepatnya hari terakhir di Singapura kami habiskan di Universal Studio. Foto-foto, main-main, mengobrol sepanjang jalan, dan bersenang-senang tanpa beban. Itulah tema hidup kami saat itu. Karena sepulang dari Sentosa Island, kami langsung menuju pusat oleh-oleh untuk membeli beberapa cokelat dan pernak-pernik. Kemudian kembali ke Changi Airport.
Penerbangan kami bukan penerbangan malam. Jadwalnya masih keesokan pagi. Jadi intinya, malam itu ke Changi untuk numpang tidur di bandara. Yeah. Memutari bandara Changi yang luar biasa besar, melompat dari terminal 1 ke terminal 2, ke terminal 3, akhirnya kami mendaratkan badan di pulas beberapa jam di McDonald. Kami menunggu pagi datang, check in, berjalan-jalan menikmati hospitality di Changi Airport, lalu pulang (tanpa mandi).
Pulang! Kata itu cocok untuk badan yang rasanya remuk. 2 hari menghilang dari peredaran Jakarta, kami pulang dengan gembira.
Komentar
Posting Komentar