Menjelajah Kota Tua Basel, Swiss

Suhu Basel pagi itu sudah sedikit menghangat, meski masih 5 derajat. Langit tak lagi kelabu. Karena itu, aku keluar dari YMCA Hostel tempat kami menginap dan berjalan ke SBB Railway Station, hanya beberapa blok dari hostel. Salju sudah mencair sehingga stasiun sedikit lebih ramai dari hari sebelumnya. Hari itu aku akan naik trem ke pusat kota Basel. Anyway, SBB Railway Station itu merupakan salah satu stasiun besar di kawasan Basel. Dari stasiun itu, kita bisa naik kereta antarkota ke Zurich ataupun Geneva. Bahkan, dari SBB Railway Station juga menghubungkan Swiss dengan Prancis dan Jerman. Aku sempat tergoda untuk melewati perbatasan dengan kereta itu menuju Paris, Milan, Hamburg, atau Berlin. Namun, aku terikat karena festival MUBA belum berakhir. Jadi, aku cukup puas naik trem dengan kartu pass yang sudah diberikan oleh orang KBRI.

Kota Tua Basel Swiss
SBB Railway Station.
Kota Tua Basel Swiss
Siap-siap ke Kota Tua naik tram.
Agendaku hari itu adalah berkeliling Kota Tua Basel. Seperti apa, ya, Kota Tua-nya? Karena rata-rata bangunan perkantoran dan pusat belanja serta stasiun di sini merupakan bangunan kuno yang usianya puluhan bahkan ratusan tahun. Namun, ternyata ada bentuk bangunan bersejarah yang memang menjadi khas negeri ini.

1. Basel Minster (Basler Munster)
Satu bangunan gereja berwarna merah menarik perhatianku. Saat berjalan menyusuri pusat perbelanjaan, aku berbelok ke sebuah gang yang bangunannya tampak berbeda. Pintu-pintu dan jendela tampak lebih kecil. Ternyata ini sudah memasuki kawasan kota tua Basel. Di ujung jalan, terdapat sebuah gereja dengan dua menara kembar yang tinggi. Saat itu, tembok bagian depan gereja dan Gerbang Gallus yang menjadi ciri khas Ghotic dari gereja ini sedang direnovasi. Padahal aku sangat ingin berfoto di depan gerbang utama bangunan kuno ini. Kata temanku dari KBRI, gereja ini memang rutin direnovasi agar tetap bisa berdiri karena sarat nilai sejarah. Basler Munster alias Basel Minster nama gereja itu.

Kota Tua Basel Swiss
Basel Minster dengan menara kembar.
FYI, gereja ini sudah berumur ribuan tahun, lho, dan menjadi pusat sejarah di Kota Basel. Gereja ini mulanya merupakan gereja kaum Khatolik. Kini menjadi gereja reformasi protestan. Konon, Basel Munster dibangun di antara tahun 1091 dan 1500 bernuansa Ghotic dan Romawi. Namun, kawasan ini jauh lebih tua dari itu, yang sudah menjadi permukiman bangsa Celtic dan Romawi beberapa tahun Sebelum Masehi.

Di gereja ini pula, Erasmus si Humanist dari Rotterdam dimakamkan. Erasmus ternyata menghabiskan sisa hidupnya di Basel dan ikut terlibat dalam perubahan rezim di gereja tahun 1500-an. Pada saat itu ia tinggal di gereja Khatolik Roma, tetapi saat meninggal ia dimakamkan di Gereja Protestan ini. Berada di kawasan bukit yang dipenuhi bangunan-bangunan klasik, sudah pasti gereja ini menjadi bangunan tertinggi di Basel dengan menara kembarnya. Tak heran, banyak orang yang masuk ke dalam gereja dan naik ke pfalz alias teras atas untuk menikmati pemandangan Sungai Rhine, view-point yang paling dicintai di kota ini.

2. Munsterplatz


Kota Tua Basel Swiss
Munsterplatz.
Kota Tua Basel
Model rumah tradisional Basel, Swiss.
Depan gereja merupakan area luas yang disebut Munsterplatz atau alun-alun kota (tua). Ini dulu permukiman penduduk, sekarang sebagian besar bangunannya dijadikan museum sejarah. Jika ingin melihat perumahan tradisional Eropa zaman dulu, bangunan-bangunan ini menjadi salah satu contohnya. Konon bangunan ini sudah berdiri sejak masa Sebelum Masehi. Bangsa Romawi dan bangsa Celtic pernah menghuni tempat ini. Oleh sebab itu, kawasan Munsterplatz menjadi warisan masa sebelum sejarah hadir. Tak heran pula, model bangunannya jauh lebih klasik dari bangunan megah Eropa lainnya. Ketika Basel cepat berkembang dan menjadi model kota modern di Swiss, kawasan ini dilestarikan. Tak banyak aktivitas terlihat saat aku ke sana. Mungkin karena suhu masih belum bersahabat untuk melakukan kegiatan luar ruangan. Biasanya konser musik atau berbagai pertunjukan lain sering diadakan di Musnterplatz ini. Sama persis dengan aktivitas Kota Tua Jakarta.

3. Museum of Ethnology (Museum Der Kulturen)
Satu museum yang menarik perhatianku di kawasan Munsterplatz, Museum Der Kulturen. Ini merupakan museum etnologi di Eropa. Ada ribuan artefak dari berbagai belahan dunia tersimpan di dalamnya. Katanya ada artefak dari Indonesia juga, lho. Namun, sayang aku tak bisa masuk karena tutup. Mungkin memang tutup saat winter. Jadi aku harus puas menikmati bangunan bagian luar saja. Bangunan museum ini mengingatkan kita pada bangunan Abad Pertengahan tetapi telah diberikan sentuhan pembaruan di beberapa bagian.

Kota Tua Basel Swiss
Museum der Kulturen.
Kota Tua Basel Swiss
Court Yard Museum der Kulturen.
Aku memasuki kawasan court yard Museum Etnologi. Susunan bangunannya serta dekorasi halaman dalam museum ini memang didekorasi klasik. Ada surai-surai tanaman di bagian tiang serta dinding luar gedung agar nuansanya lebih nyaman. Biasanya bagian court yard ini dijadikan tempat kumpul berbagai kegiatan sosial.


4. Red House (Rathaus)
Aku berjalan ke pusat keramaian. Ada sebuah gedung berwarna merah yang menarik perhatian. Bangunan itu tampak mencolok dibanding bangunan lain yang bersisian dengannya. Gedung itu dinamakan Rathaus Basel atau Red House. Jika di Amerika Serikat ada White House, di Basel ada Red House yang merupakan gedung balaikota. Katanya gedung balaikota ini sudah berdiri sejak 500 tahun yang lalu. Baru saja tahun 2014 lalu diadakan pesta ulang tahun gedung balaikota ini yang ke-500 tahun dan Rathaus dibuka untuk publik (meski setiap hari kita bisa saja berkunjung ke dalam gedung ini tetapi tidak dapat akses ke ruangan kantornya).

Kota Tua Basel Swiss
Menara berbalut emas di Rathaus.

Kota Tua Basel, Swiss
Bagian court yard Rathaus.

Kota Tua Basel Swiss
Court yard Rathaus yang penuh dengan wall painting.
Kota Tua Basel Swiss
Area artistik dari Rathaus.
Kota Tua Basel Swiss
Aku dan ibuku memasuki Rathaus.
Bangunan serba merah itu tampak eyecatching dengan menara yang berwarna emas. Sekilas tak tampak seperti gedung pemerintahan yang kesannya kaku, bisu, serta penuh penjagaan. Untuk sebuah gedung parlemen, tentu ini sangat berbeda sekali. Dari luar lebih terlihat seperti museum dengan guratan-guratan ornamen yang memenuhi tembok gedung. Aku berjalan ke arah gedung itu dan menemukan pilar-pilar tak berpintu. Aku disambut semacam hall kecil di dalamnya dan sebuah tangga yang dijaga oleh beberapa patung. Rupanya halaman dalam ini sungguh artistik dengan lukisan dinding yang katanya punya banyak nilai sejarah.

Rathaus alias Red House ini dijadikan balaikota sejak Basel bergabung dalam konfederasi Swiss tahun 1501. Sejak itu, Rathaus yang berhadapan langsung dengan Marktplatz (pasar tradisional terbuka di alun-alun Kota Basel) dijadikan pusat kantor parlemen dan sekretariat jenderal negara bagian.

5. Marktplatz

Kota Tua Basel Swiss
Marktplatz, pasar tradisional dengan nilai tukar tinggi.
Marktplatz merupakan pasar tradisional di alun-alun Kota Basel, tepat sekali di depan Rathaus. Pasar ini selalu ramai. Uniknya, barang-barang yang dijual di sini adalah hasil ladang. Mereka menjajakan hasil ladang seperti keju, cokelat, camilan, dan buah-buahan dengan harga tinggi dibanding harga di supermarket. Tapi tentunya lebih fresh. Saat memasuki kawasan bertenda itu, banyak sekali cokelat batangan serta keju batangan diletakkan terbuka begitu saja. Yeah, Swiss memang terkenal sebagai negara yang bersih. Dan, karena saat itu masih tergolong winter, tentu cokelat dan keju itu takkan lumer karena suhu udara sudah serupa dengan suhu kulkas. Aku tidak membeli apa-apa di sana karena memang mahal. Lebih baik beli makanan di supermarket saja.

6. Sungai Rhein (Rhine)
Ini adalah sungai yang mengalir dari Pegunungan Alpen, Swiss, Jerman, Belgia, hingga Belanda. Basel adalah salah satu kota yang tumbuh di tepian sungai itu. Sungai ini pula yang membagi dua wilayah di Kota Basel, yaitu Basel Besar dan Basel Kecil. Dulu, orang dari Basel Kecil tidak boleh menyeberang memasuki Basel Besar. Terdapat semacam kasta kelas sosial yang membedakan mereka. Namun, sekarang yang tertinggal adalah perpaduan unik antara Sungai Rhein dengan sederetan bangunan di tepiannya. Alam berpadu budaya, sejarah berpadu warisan dunia.

Rhein River Basel
Nia sedang menikmati Sungai Rhein.
Rhein Swiss
Pinggiran Sungai Rhine.
Rhein River Swiss
Tampak menara kembar dari Basel Minster. Pinggiran Sungai Rhine dengan bangunan klasik.
Rasanya ingin sekali aku pesiar dengan menggunakan Rhine Cruise mengeksplor lebih jauh Sungai Rhein ini. Sungai terpanjang di Eropa Barat ini tentu merupakan saksi eksotisme budaya di Eropa. Ketika berada di dalam trem yang berjalan di atas jembatan, aku dapat melihat keanggunan sungai ini. Bangunan-bangunan yang bersisian di sepanjang sungai juga menjadi elok dan indah dipandang. Bangunan modern bercampur dengan bangunan klasik tampak menjadi satu kesatuan warisan budaya yang bisa dibanggakan oleh warga Basel. Bisa jadi Sungai Rhein ini menjadi saksi sejarah yang berdarah-darah pada masa Perang Dunia. Sungguh, Sungai Rhein menjadi nadi kota ini. Penduduk kota ini tak punya laut sebagai tempat berjemur. Sungai lebar ini menjadi penggantinya.

Oh iya, untuk koneksi internet luar negeri, selain paket roaming, sewa travel wifi dari Indonesia merupakan salah satu yang dapat menghemat cost karena bisa patungan atau tethering sampai 5 gadget. JavaMifi bisa jadi laternatif solusi buat sewa wifi Swiss karena selain keuntungan di atas, baterainya juga awet sampai 15 jam. Untuk sewa bisa langsung ke www.javamifi.com.

Komentar

  1. Balasan
    1. Sssst. Itu foto tempelan. Hahahahaha.
      Puas lo? Puaaasss??? :D

      Hapus
  2. Lha, ini komplek perumahan yang ada di Lampung itu ya. Litte Yurop. Aku mah pernah juga ke sana.

    *ketara banget ya komennya sirik hahaha

    omnduut.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Om iyaaaa. Iyain aja. Hahaha. waktu itu kan kamu ke Lampungnya sama aku. Masa lupa, tapi sayangnga ga ada fotomu di sini. Maaf ya Omnduut. :))

      Hapus
    2. tuuh kan Om Nduutaja bilang itu di Lampung. gak usah belagak ke Eropa deh

      Hapus
    3. Iya deh. Nyeraaaaaah. Kota Tua Lampung ko ini. Ini semua foto dijepret sama Omnduut. :D :(:(

      Hapus
  3. Balasan
    1. Anda puas, lekas bayar. Nomor rekening dijapri ya. :))

      Hapus
  4. supeerrrrr, gambarnya sukses buat ngeracunin kesana
    eh sungkem dulu sama yang punya blog, salam kenal :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ini belum seberapa kayanya. Banyak banget museum seni di Basel dan beberapa bangunan bersejarah lain. Kalau ke sana, ajak aku yah. Hehehe. Salam kenal. Sering-sering mampir ya. :)

      Hapus
  5. Gedung-gedung nya yang sangat klasik, cantik benar Sebagai latar belakang foto :-)

    BalasHapus
  6. Asiikk.
    Pengen ke luar negri.
    Pasti banyak bangunan tua.
    Apa lagi di eropa.

    BalasHapus
  7. Arsitekturnya menggoda sekali mba...mupengggg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya tak ada yang tak indah dari bangunan lama di Eropa ya. Ah tapi rumah tradisional di Indonesia pun gak kalah menggoda kok kak. :)

      Hapus
  8. Bangunan tuanya menarik perhatian banget. Masih terlihat terawat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang kalau ke Eropa, yang menarik bangunan bangunan kayak gini, ya.

      Hapus
  9. Keren banget pemandangannya ya, Teh. Semoga dilain kesempatan bisa seperti teh Sulung, bisa jalan-jalan ke kota tua basel swiss.. :)

    Selain pemandangan, bangunannya juga menarik ya teh..

    BalasHapus
  10. Wah, ulasannya lengkap banget. Semoga bisa ke sana juga suatu hari yaa.


    Www.aulaandika.com

    BalasHapus
  11. Ah, gedungnya cantik-cantik sekali deh.. Selalu suka dengan arsitektur gedung-gedung bersejarah :')

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eropa selalu berkesan, khususnya arsitekturnya.

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts