Film Dilan 1991 Masih Menyenangkan

Lagi-lagi film Dilan mencuri perhatian banyak orang. Kali ini film Dilan 1991 memecahkan rekor box office Indonesia dengan ditonton sebanyak 800.000 kali pada hari pertama penayangan dan langsung mendapat rekor MURI. Rekor ini malah mengalahkan film The Avengers: Infinity War yang menggemparkan pencinta Marvel tahun lalu. Belum selesai sampai di situ. Dilan 1991 malah sudah memperoleh angka 2 juta penonton dalam 3 hari pertama. Film Indonesia mana pun belum pernah mencapai rekor sebanyak itu, bahkan Dilan 1990 butuh seminggu penayangan untuk mencapai 2 juta lebih.

Film Dilan 1991 masih menyenangkan. Source: youtube.com

Akhirnya aku memutuskan menonton Dilan 1991 pada tengah minggu. Weekend pasti ramai. Weekdays pun harus memesan tiket beberapa jam sebelumnya. Niatku menonton mulanya karena film bagus lagi lesu. Tidak ada film yang menarik di sepanjang Februari 2019. Beberapa teman sudah menonton Dilan 1991 lebih dulu dan review positif-negatif tentang film ini sudah berseliweran di social media. Karena nggak mau ketinggalan hype (maklum, anaknya suka ngikut), aku pun melangkah ke bioskop tanpa berekspektasi apa-apa. Hanya ingin dihibur oleh gombalan-gombalan Dilan ke Milea. Hanya ingin tersenyum-senyum ingat masa remaja.

Lalu, ada apa dengan Dilan 1991 besutan sutradara Fajar Bustomi dan Pidi Baiq ini sebenarnya?

Ekspektasiku yang rendah terbantahkan. Seharusnya orang lain juga berpikir sama. Seharusnya ya. Mari samakan kacamata kita bahwa film Dilan ini untuk remaja, bukan untuk orang-orang tua. Jadi perspektifnya juga tentu harus disamakan. Menurutku, film Dilan dan Milea masih menyenangkan, semenyenangkan film pertamanya, Dilan 1990 (baca reviewnya di sini). Karena di blog ini aku cuma ingin bahas yang bikin aku senang--seperti kata Dilan--ada beberapa hal yang masih membuat film Dilan 1991 layak tonton.

1. Dilan masih jadi juara di hati Milea dan hati penonton

Sosok Dilan kini melekat pada diri Iqbaal. Setelah pembuktiannya yang berhasil menjadi Dilan yang gemas di film pertama, Iqbaal semakin matang mendalami peran Dilan di film Dilan 1991. Tatapan-tatapan Dilan saat sedang bersama Milea--yang masih dimainkan dengan manis oleh Vanesha Prescilla--mewakili kecamuk cintanya pada gadis itu. Tak perlu banyak bicara, tatapan Dilan sudah memiliki sejuta makna; sayang, rindu, bahagia, juga sekaligus bingung, marah, dan sedih. Dari tatapan itu juga kita dapat melihat bahwa Dilan ini cerdas, jujur, dan cuma ingin menyenangkan Milea. Dari keseluruhan plot, Dilan yang diisi oleh Iqbaal selalu memberikan nyawa di film ini. Tektok dialog antara dirinya dengan Milea berhasil menembus hati penonton dengan kejenakaannya. Saat Dilan menjemput Milea di rumahnya, lalu Milea menyodorkan roti sambil mereka bercanda. Atau saat Milea menjenguk Dilan di kantor polisi dan mereka berbicara serius. Lalu belum lagi obrolan-obrolan receh mereka di motor lengkap dengan gestur Dilan dan Milea yang sepertinya masih membuat para remaja melayang. Bahwa memang sesederhana itu kisah pacaran Dilan dan Milea yang membuat mereka bahagia. Bahkan penonton pun ikut bahagia. Hayoo, siapa yang senyum-senyum di bioskop?

Film Dilan 1991 masih menyenangkan - source: idntimes.com

Lalu kita sampai pada scene yang paling tidak diinginkan, saat Milea harus putus dengan Dilan. Adegan paling juara itu saat di Dago, ada Dilan, Milea, dan Bunda. Menurutku di antara scene sedih-sedihan, adegan ini paling berasa chemistry ketiga pemainnya. Tektok dialog Dilan dengan Bunda sangat melekat. Bagaimana Iqbaal menyampaikan ekspresi sedihnya hanya lewat kedipan mata dan tundukan kepala. Lalu, bagaimana Dilan dapat berbicara tetap tenang tetapi terlihat di ekspresinya menyimpan sejuta emosi kepada Milea. Puncaknya saat Dilan berucap, "Jangan nangis, Ya. Jangan berlebihan." Sungguh, ucapan tenang itu terkirim dengan baik tidak hanya kepada Milea, tetapi juga kepada penonton. Emosi yang paling sulit diperlihatkan itu adalah saat pemeran itu harus berucap sangat tenang sementara emosi lainnya tertahan. Dan, Iqbaal mampu melakukannya dengan baik.

2. Diiringi OST yang ciamik

Untuk scoring, film kedua ini lebih baik daripada yang pertama. Meskipun OST-nya tak terlalu istimewa, tetapi mampu menemani cerita sepanjang film yang berdurasi 100 menit ini agar alur dan konfliknya terjaga. Sebenarnya pada pertengahan film, ada rasa jenuh yang muncul. Ketika Dilan ditahan polisi dan melihat aksi Milea yang sedih berlarut-larut bahkan nyaris jadi drama tak beralasan, saat itu dinamika cerita agak terganggu. Namun kejenuhan itu diisi oleh scoring yang menderu mengiri emosi-emosi Milea yang naik-turun. Ketika Dilan muncul lagi, cerita kembali hidup dan alurnya mulai bergerak normal. Tidak lagi melambat seperti saat-saat Milea yang seakan berjuang sendiri menghidupkan nyawa film ini. Beruntung pemeran senior bermain apik sehingga menutupi kekurangan itu.

3. Kehadiran pemain pendamping yang menguatkan Dilan 1991

Jajaran artis senior mengisi peran yang memperkuat chemistry Dilan dan Milea yang sudah kuat. Jika di film Dilan 1990, keberadaan Ira Wibowo sebagai Bunda Dilan dan Happy Salma sebagai Ibu Milea belum memberikan peran apa-apa meski chemistry mereka ada satu sama lain dan saling terkait. Di film Dilan 1991, peran itu berkembang dan semakin utuh. Aku suka dengan eksekusi Ira Wibowo yang sempurna memainkan karakter Bunda Dilan yang jenaka, penyayang sekaligus tegas. Dari sosok Bunda yang kuat, santai dan tegar itu kita bisa melihat alasan mengapa Dilan sangat menyayangi Bundanya. Itu juga jadi alasan pembentukan karakter Dilan yang meski ketua geng motor, tapi tetap hormat pada bundanya.

Wujud Bunda yang menerima anaknya apa adanya itu dan punya komunikasi yang baik pada pacar anaknya adalah wujud camer impian semua orang, ya. Apalagi anak muda zaman sekarang. Sosok Bunda dihidupkan sedemikian rupa dan seketika semua orang mengidolakan sosok Bunda ini yang menjadi penengah hubungan Dilan dan Milea. Belum lagi pesona Happy Salma yang menemani kesedihan Milea juga tidak dapat dihilangkan. Happy Salma berperan sebagai ibu yang baik, mengayomi anaknya, dan cepat tanggap dengan hubungan Milea dengan Dilan. 

Adegan yang mengena itu saat Bunda, Milea, dan ibu Anhar berdialog. Terlihat jenaka tapi serius dan diakhiri dengan kalimat, "Kalau Bunda tau kau ditampar Anhar, Bunda granat rumahnya." Dialog yang tak biasa, bukan? Wajar Dilan menjadi begitu impulsif melindungi Milea, ibunya saja seperti itu. Chemistry-nya terasa kuat sekali.

Film Dilan 1991-source: imdb.com

4. Peletakan humor yang tak terduga

Seperti film pertamanya, Dilan 1991 bakalan mengundang kita tertawa. Memang tidak semua part menjadi lucu karena lucu itu selera. Ya, gombalan Dilan bolehlah bikin senyum-senyum sedikit. Adegan di ruang kepala sekolah justru yang membuatku tertawa saat Dilan berpamitan dan salah satu guru memanggilnya, "Kamu tau kepanjangan nama Dilan?" Dilan menatap dengan penuh tanya. "Hadi-Hadi di Jalan." Kamu pun akan tertawa melihat layar.

Lalu saat perdebatan tidak penting antara ibu Anhar dan Bunda di sekolah. Serius tapi lucu. Dan, terakhir, part yang ku suka dan terasa natural adalah saat Dilan membacakan surat cinta dari Pak Dedi untuk Milea. Rasa tertawanya sangat jujur dan melekat. Chemistry mereka hebat.

Dari beberapa part favoritku di atas, keutuhan film Dilan 1991 memang tak luput dari cacat. Aku tau di mana kurangnya dan memang agak gemas dengan eksekusi film yang seharusnya jadi bagus banget ini. Mungkin, kadang-kadang terlalu setia itu juga nggak baik ya. Film ini misalnya. Dilan 1991 ini terlalu setia pada novelnya sehingga plot film tidak berkembang dan tidak berdiri sendiri. Film ini sangat bergantung pada film pertama dan mungkin film berikutnya, Milea, sesuai dengan urutan novelnya. Romansa Dilan dan Milea masih menjadi nyawa di film Dilan 1991, tapi narasinya terasa monoton tanpa pembangunan nuansa plot yang lebih kuat. Chemistry mereka berdua tak terbantahkan, tetapi mereka memainkan formula yang sama dengan Dilan 1990. Terasa ada yang kurang greget.

Lalu kehidupan geng motor di Bandung tahun 90-an kurang diangkat nuansanya. Minimal dengan adanya berita di koran atau televisi lokal tentang persatuan geng motor. Orang yang menonton hari ini tidak relate dengan gaya hidup geng motor tahun 1990. Penonton tidak tahu bagaimana bahayanya pergaulan geng motor masa itu jadi tidak menangkap emosi Milea yang berlebihan melarang Dilan tetap di geng motor.

Dilan dan Milea 1991-source: youtube.com

Selebihnya, menonton film ini masih menyenangkan, bukan?! Sedikit dilanda bosan di pertengahan karena plot yang panjang sekali, tetapi berkat ada Dilan, semua terkaburkan. Dilan yang dimainkan sangat baik oleh Iqbaal masih menjadi bintangnya di sini. 

Satu pertanyaan dariku, kenapa yang jadi berperan sebagai Mas Herdi yang serius dan berwibawa justru Andovi yang berwajah jenaka dan konyol? Sungguh, ku reflek tertawa saat Mas Herdi muncul di beberapa scene terakhir film ini.

Selamat menunggu film Milea. Salam rindu untuk jari-jari yang bertemu.

Komentar

  1. Sepakat, sejak awal nonton film Dilan memang gak punya ekspektasi yang terlalu tinggi. Dinikmati saja karena segmennya memang film remaja, yang buatku sudah leewat masanya hehe. Dan bener, menonton film ini bikin senyum-senyum sendiri :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts