Seperti kisah 1001 Malam dari negeri Arab, aku mengambil sesi 1 malamnya untuk diceritakan. Tanpa harus tau esok akan seperti apa, cerita rakyat IKSI 2006 negeri Lembang layak untuk dikisahkan.
Dari 1001 malam yang telah kulewati, aku memilih malam itu untuk kutulis di sini. Penggalan kisah itu bernama 1 dekade yang terlewatkan dan dibayar dalam 2 hari di Lembang.
Sebenarnya 1 dekade itu belum ada apa-apanya dibanding 5-6-7-8 dekade. Tapi entah kenapa, kami ini memang berlebihan. Ikatan Keluarga Sastra Indonesia (IKSI) angkatan 2006 mungkin angkatan terlebay yang pernah IKSI punya dalam sejarahnya. Kami secara rutin berkumpul setiap buka bareng bulan Ramadhan. Lalu, ide piknik ini tercetus. Jawabannya ada di 3 dara : monyet, ayam, dan t-rex yang diikat di angka 10, menandakan 1 dekade.
Senyum kuda :)
IKSI 2006 itu pintar memberikan analogi. Ya, kami dianalogikan sebagai 3 dara hewan ini. Perjalanan panjang IKSI 2006 itu belum panjang-panjang amat. Kami juga belum tua bahkan tidak bisa dibilang berwibawa sebagai senior dan alumni sesama IKSI. Ya, inilah kami. Lagi-lagi, Anes yang menjelaskan tentang analogi 3 dara hewan bahwa ini adalah ide Ucha. Hewan apa yang cocok menggambarkan IKSI 2006?Monyet yang pas perkenalan awal masih riang gembira, cengengesan, dan tanpa beban. Lalu menjelang akhir tahun kuliah, kami sudah seperti ayam yang mau bertelur, terbang ke sana kemari, gelisah, harus siap mengeram (skripsi yang nggak kelar-kelar). Setelah menetas semua, berubah jadi t-rex (remaja) yang sekian tahun pergi, lalu ingin pulang. Yeah, akhirnya kami pulang bersama setelah 1 dekade.
IKSI 2006 itu juragan villa. Kalau ke mana-mana pasti nginepnya di villa atau minimal menjadikan rumah siapa pun jadi villa (alias anggap rumah sendiri). 1 dekade kini pun begitu. Kami memilih Rustic & Omega Villa di Lembang tak jauh dari Dusun Bambu yang sudah dipesan 2 bulan sebelum keberangkatan. Pokoknya villa ini tersedia semua yang kami butuhkan. Nuansa rustic membuat segar suasana. Desain rumah terbuka akan membuat kami lebih leluasa bergerak dan menghirup udara pegunungan.
Ruang santai yang kami sulap jadi kamar terbuka. (Foto diambil dari sini)
IKSI 2006 itu masterchef. Agenda kami menginap 1 malam di villa bukan buat santai-santai atau bermanja-manja. Kami menghabiskan 50% waktu untuk masak-memasak. Ada headchef yang memimpin. Sebut namanya Enyu. Aku curiga, sebenarnya kami datang ke sini dengan tema "Pulang" itu untuk menghabiskan waktu di dapur. Makanya, sengaja dipilih villa yang punya dapur dengan konsep terbuka dan sangat rustic.
Yang pertama digapai saat sampai adalah dapur. Semua kelengkapannya diperiksa untuk memastikan acara masak-memasak kami berjalan sempurna. Sesorean, kopi hangat menemani saat santai sepulang piknik di Dusun Bambu. Siap-siap tempur dengan asap. Usai magrib, barbeque time. Jumlah kami yang tidak sedikit tentu menuntut makanan yang banyak. Jadilah, villa berasap seketika. Beberapa ekor ayam dan beberapa bungkus sosis siap dibakar. Pesta BBQ ini menyenangkan dan berlangsung lebih dari 2 jam hanya untuk bakar-bakaran. Memasak jadi acara khusus. Malam Lembang yang dingin menjadi hangat seketika. Untuk hal ini, IKSI 2006 adalah masternya. Soal rasa, jangan kira ini BBQ amatiran. Nasi hangat, ayam bakar, sate sosis, ditambah sambal, bersama mereka, tak ada yang menolak untuk mengatakan, "Nikmat banget!" Urusan masak, IKSI 2006 sudah terlatih sejak zaman Hari-Hari Kekerabatan 2007 karena kami adalah tim masaknya.
Dapur super lengkap. Masterchef IKSI senang. (Foto diambil dari sini)
Lokasi yang tepat untuk BBQ party. (Foto diambil dari sini)
Boys genk.
Acara masak-memasak.
IKSI 2006 itu Institut Kesenian Suara Indonesia. BBQ party usai. Kami yang kekenyangan mulai dihibur oleh petikan gitar seniman yang kini beralih profesi jadi juragan tukang cukur. Lalu diikuti oleh Nia, Ucha, dan Enyu yang dulu pernah di Sasina. Musikalisasi puisi Sasina melantun, menambah malam kian syahdu. Ya, jujur, kami rindu suara-suara itu, melodi itu, harmoni itu. Kami main musik dan bernyanyi bersama, membuka kenangan masa-masa kuliah. Malam itu adalah malam tentang kampus kami. Meski badan mulai lelah dan kantuk menyerang, aku mencoba untuk tidak tidur. Karena mungkin, malam ini yang akan kurindukan selanjutnya.
Setelah paduan suara, kami bermain tebak fakta, tebak mimik, hingga tebak gambar. Games memang tidak pernah membosankan dan IKSI 2006 selalu punya cara untuk meramaikan. Mulanya kami dibagi 3 grup oleh pasangan host, Ucha dan Emon. Games 3 babak ini berjalan dengan penuh canda, distraksi di mana-mana, berisik, debat kusir, hingga games-nya sendiri tersendat-sendat. Padahal games 3 babak ini sudah sangat oke konsepnya karena seputar IKSI dan FIB. Tapi, nggak akan seru kalau tidak direcoki oleh oknum penjagal yang membuat otot wajah pegal karena berkali-kali tertawa. Aku pribadi berkali-kali tertawa dan teriak-teriak, euforia yang luar biasa hingga lewat tengah malam. 10 tahun itu waktu yang panjang ternyata karena banyak hal detail tentang fakta dan gosip seputar IKSI dan FIB yang sudah terlupa. Sebuah memori kolektif yang konyol, cerdas, dan membahagiakan. Yah, pada akhirnya yang menang tidak ada. Sungguh malam yang absurd, permainan yang abstrak, tapi akan kekal dikenang.
Sebagai penutup malam, ada 1 sesi lagi yang tak boleh terlewat, acara tukar kado. Rasanya ini oldschool sekali. Sesi tukar kado ini sudah dikoar-koarkan sebelum acara.
Aturan main: tiap-tiap kami harus membawa kado seharga Rp25.000, tidak boleh kurang tidak boleh lebih. Struk harus disertakan di dalam bungkusan kado.
IKSI 2006 itu suka tantangan. Ini peraturan tukar kado yang agak berbeda, ya. Ketika ditantang mencari kado seharga yang sudah ditetapkan, tak ada satu pun yang protes. Harga bisa diakumulasi, asalkan tidak kurang dan tidak lebih. Urusan kado ini sempat menyita waktu, mau beli apa yang harganya bulat Rp25.000. Sebenarnya gampang, dan aku baru menyadari pada detik-detik terakhir. Daiso Japan kan menjual barang serba 25. Nah, daripada repot menghitung jumlah harga, lebih baik beli di satu tempat, harganya pas. Tinggal dibungkus kertas koran bekas. Tantangan selesai. Yang lain ada yang kesulitan. Ada yang kurang 200 perak dan akhirnya menambahkan permen atau dibulatkan dengan hargo kantong plastik. Ada pula yang harga kadonya 20 ribu, lalu menyelipkan uang lima ribu di dalam bungkusan. Ada juga yang kadonya ketinggalan, akhirnya melipir ke minimarket terdekat dari villa untuk membeli barang atau camilan yang dicukupkan harganya. Cerdas.
Malam itu saat kado dipertukarkan dan kami membukanya, bentuknya macam-macam. Ada chiki, makanan, totebag, kosmetik, alat olahraga, dan sebagainya. Pokoknya kami dengan konsisten melampirkan struk belanja sebagai bukti. Ada 1 kado spesial dari sahabat kami, Euni yang sekarang berada di Korea. Dia mengirimkan 1 dus sabun mandi untuk dibagikan kepada kami semua. Sungguh manis, ya. Terima kasih Euni, sabunnya untuk pajangan di rumah.
IKSI 2006 itu selalu bikin asik. Mestinya pagi hari kami beres-beres dan siap jalan. Tapi tak ada yang benar-benar merapikan barang-barangnya. Rasanya betah. Mula-mula kami sarapan yang lagi-lagi dikomandoi Enyu dan Marha, dapur sudah berasap lagi. Pagi ini menunya nugget dan telur dadar. Tidak ada yang protes karena semuanya kelelahan, lelah tertawa kurasa. Agenda selanjutnya adalah pemutaran video. Ini proyek Anes yang sukses mengumpulkan rekaman wawancara kami satu per satu mengenang IKSI. Tapi, masalahnya, saking sibuknya wara-wiri mendatangi kami, tak ada waktu untuk edit video. Akhirnya kami menonton video mentah, tanpa sensor, penuh cut, dan adegan berulang. Ini, tuh, semacam blooper film-film box office. Dan, memang dasar anak IKSI 2006 yang haus hiburan, nonton bloopers macam ini saja sudah membuat kami tertawa. Sungguh indah, semalam kami bernyanyi bersama di dapur terbuka, pagi hingga siang kami duduk manis dengan cengiran lebar di ruang keluarga. Sungguh indah berada di keluarga besar ini.
Ruang keluarga, bisa nobar video blooper.
Breakfast time.
Serius sekali nonton pesan-pesan personil IKSI yang batal ikut.
IKSI 2006 itu keluarga baik-baik. Tagline ini punya makna. Jadi, rencananya setelah check out dari villa, kami akan makan siang di Sapu Lidi Sawah. Waiting list. Di pintu masuk, sudah terpampang papan yang mencantumkan nama dalam daftar tunggu. Dari puluhan nama itu, semua atas nama Keluarga Pak D, Keluarga Bu E, dan ada pula Keluarga Cemara. Setelah dirembukkan, kami pun reservasi dan antre atas nama "Keluarga Baik Baik". Oke, kami memang dari keluarga baik-baik, kok. Keluarga Baik Baik yang mau menunggu, tapi tidak sabar, lalu izin pulang ke pegawai pintu masuk. "Maaf, ya Pak. Keluarga Baik Baik nggak jadi reservasi. Kami mau pindah tempat. Makasi, Pak."
Keluarga Baik Baik pun pergi, meninggalkan sunggingan senyum untuk si pegawai Sapi Lidi Sawah. Mungkin dia lelah dengan kami. Atau mungkin juga kecewa karena Keluarga Baik Baik tidak jadi makan siang di sana.
Kami pindah ke Warkop Modjok untuk ngopi cantik, menghirup udara Bandung bersama mereka. Masih belum mau move on ke Jakarta lagi. Untungnya Warkop Modjok tidak terlalu ramai, jadi kami bisa suka-suka, ria-ria.
Keluarga Baik Baik?
Masih edisi keluarga baik-baik, lho.
Kami menjajah halaman samping Warkop Modjok. Seperti di payung kansas, ya. Ah jadi rindu.
A photo posted by Sulung Siti Hanum (@sansadhia) on
Inilah kami, diawali di Tol Cikampek Km 19 menuju Dusun Bambu, diakhiri dengan Warkop Modjok dan Tol Cikampek Km 97. Dua hari menyenangkan untuk selamanya. Tak perlu menunggu 10 tahun lagi, kan, untuk bisa mengulang Hari-Hari Menyenangkan ini? Dari kisah Keluarga Baik Baik, IKSI 2006 memang segala-galanya.
Komentar
Posting Komentar