Pulau Bair, Kawasan Bening Bertebing di Kei, Maluku Tenggara
Gerbang teluk Pulau Bair. |
Pagi itu, aku dan teman-teman bersiap ke Kampung Dullah melewati Kota Tual, dermaga yang menghubungkan Kei Kecil dengan Pulau Bair. Dengan segenap perlengkapan piknik, kami berlayar sekitar 1 jam menuju resort bebatuan yang mengapit laut bening berwarna tosca. Apa rasanya ya piknik di laut?
Jangkar dilepas dan perahu motor kami melaju. Panas. 1 jam tanpa penadah terik matahari. Perahu kami berlayar anggun memercik permukaan laut yang super asin. FYI, tingkat keasinan laut di Indonesia Timur memang cenderung lebih tinggi dibanding Indonesia bagian barat.
1 jam kemudian, kami memasuki semacam gerbang terbuka Pulau Bair. Air laut tampak berwarna tosca, menjelaskan bahwa tak ada karang di bawah sana. Hanya pasir putih yang menjadikan kebeningan laut tanpa cela. Sebaliknya, di kiri-kanan kami berjajar tebing karang yang pinggirannya ditumbuhi bakau dan beberapa vegetasi tumbuhan liar lainnya. Tebing-tebing itu menjadi semacam pilar yang memberi jalan kepada kami. Itulah kawasan Pulau Bair, sebuah teluk yang memanjang dengan beberapa lorong tebing karst.
Pulau Bair itu pulau dengan 2 teluk. |
Huuuwf, panas. |
Kami bergerak terus melihat kebeningan air yang super bersih. Membelai dinding tebing yang kasar, lalu merasakan kesejukan hutan bakau. Ada area tebing yang dapat dipanjat, yang biasa dipakai untuk melihat kawasan keseluruhan Pulau Bair dari atas. Ini spot yang familiar dan menjadikan Pulau Bair instagramable. Orang-orang biasanya rela memanjat tebing itu untuk sampai ke atas. Dari posisi puncak tebing, Pulau Bair dan perairannya dapat terlihat dan diabadikan. Memang ke sinilah tujuan kami, merasakan sensasi berada di puncak tebing Pulau Bair.
Kami mencoba mendekati jalan berbukit yang landai, untuk mempermudah pendakian. Namun, jalan itu telah disegel oleh tim keamanan laut. Mulai saat itu, sudah tidak ada yang boleh ke puncak tebing, baik untuk mengabadikan pemandangan, maupun untuk terjun bebas ke air. Ini demi alasan keamanan. Masih ada beberapa pengunjung yang melanggar, tapi jika terjadi apa-apa pada mereka, tentu tim keamanan laut tidak akan mau bertanggung jawab. Kami sepakat memilih cari aman. Tidak ada gunanya melawan kebijakan baru itu.
Gang senggol |
Hanya tebing dan tumbuhan liar menutupi permukauan pulau. |
Perairan terbening. |
Kami diizinkan untuk menikmati nuansa laut dan tebing dari air saja. Oleh sebab itu, disediakan beberapa gaze terapung untuk berteduh di sebuah teluk lebar. Meski kecewa tidak dapat memanjat, kami harus puas dan menjaga itu semua demi diri sendiri dan lingkungan. Namun, olahraga uji nyali lompat-lompatan ke air tidak begitu saja ditiadakan. Ada tebing rendah yang bisa kami gunakan untuk landasan. Di sela-sela istirahat makan siang, kami bisa berperahu santai ke tebing rendah itu untuk merasakan sensasi melompat ke laut.
Kami memilih salah satu gazebo terapung yang kosong. Di sinilah kami akan menggelar menu makan siang yang sudah dibawa dari penginapan. Makan siang enak di gazebo kayu tengah laut dengan view hutan bakau serta tebing-tebing karst menjulang. Betapa asyiknya, apalagi ditemani beberapa ikan kecil di sekitar pondok. Kala itu tidak bayi hiu yang mendekat. Biasanya banyak yang berenang-renang di perairan Pulau Bair. Biasanya pagi, sementara kami sampai di sana tengah hari. Acara makan siang pun berjalan. Asalkan jangan sampai membuang sampah ke laut, aktivitas cemal-cemil-nikmat diizinkan oleh tim keamanan laut. Sebagai pengunjung, aku belajar menghargai segala hal keindahan ini. Bayangkan jika limbah kita berceceran di mana-mana di lautan bening ini. Kepulauan Kei tidak lagi menarik, bukan?!
Tebing rendah yang bisa dipanjat. |
Anak pulau siap lompat. |
Perahu merapat ke gazebo. Kami pun dituntun melompat satu per satu dari perahu ke gazebo apung. Kamu tau ini sulit? Kami harus saling menjaga keseimbangan antara perahu dan gazebo karena keduanya sama-sama mengapung. Gazebo miring saat kami tidak menginjaknya dengan seimbang. Gazebo itu tidak lebih dari 3x3 meter dengan meja bulat kecil di tengahnya. tidak ada bangku untuk duduk. Jadi kalau mau duduk, ya lesehan saja atau duduk sambil menurunkan kaki ke air dan bermain dengan ikan.
Guide kami menurunkan rantang makanan yang sudah disiapkan oleh orang penginapan. Wah, perut keroncongan sekali. Kami tidak sabar untuk makan siang. Yang pertama dibuka adalah menu sayur kangkung, lalu ayam goreng, bihun, dan 1 tabung besar nasi putih. Lalu, abang guide mengabarkan bahwa piring dan sendok ketinggalan. Kami semua ternganga. Bagaimana cara kami bisa makan tanpa alas?
Aku tidak ambil pusing, tutup rantang kujadikan piring darurat. Nasi diambil dengan raupan tangan yang sudah dicuci pakai air mineral. Sayuran dan lauk semua diambil dengan menggunakan jari-jari. Mulanya yang lain hanya melihatku saja. Akhirnya karena rasa lapar yang mendesak, mereka pun ikutan. Plastik bungkus gorengan pun dijadikan tadahan nasi untuk dimakan beramai-ramai.
Piknik asyik sesiangan di Pulau Bair menoreh canda-tawa sesama teman. Kami makan sambil tertawa-tawa dan mengingat kebodohan hari ini yang sampai lupa membawa piring dan sendok. Kami menjadikan gazebo terapung ini sebagai posko bersenang-senang. Namun itu semua tak mengurangi kenikmatan makan siang di perairan Pulau Bair ini.Diiringi musik dari speaker kecil, siang kami sungguh renyah.
Piknik riang. |
Hujan sudah berhenti sore itu, tetapi langit masih mendung kelabu. Sepertinya pesona sunset tak akan terlihat. Jadi kami harus puas bermain-main di sekitaran pantai saja. Meski pakaian basah, badan terasa lengket dan kepala lepek, kami tetap bisa bersenang-senang. Siapa yang peduli soal penampilan, sih, saat di pulau?
Menjelajah keindahan Nusantara memang takkan ada habisnya. Kita juga harus siap sedia dalam segala kondisi cuaca. Tidak selamanya negeri yang kita jelajahi itu dalam keadaan cuaca baik. Bisa buruk, bisa sangat buruk. Seperti saat aku berada di perairan Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Begitu juga dengan Kepulauan Kei ini. Negerinya tidak selamanya terik. Hujan beberapa kali merundungi kami. Seperti saat di tengah laut ini, kami dalam perjalanan kembali ke Kampung Dullah. Hujan, dingin, dan masuk angin. Tentu kesehatan saat traveling harus benar-benar dijaga. Yang penting jangan pernah mengeluh. Hal yang menyenangkan dalam suatu perjalanan, bukan destinasinya, tetapi perjalanan itu itu sendiri.
Apa pun kondisinya, Pulau Bair tetap memesona. Kepulauan Kei adalah juara keindahan Maluku.
Ceria bersama di Pulau Adranan. |
Komentar
Posting Komentar