Menuju Alor, Pulau Terdepan di Timur Indonesia

Apa yang kamu ketahui tentang Alor, Nusa Tenggara Timur? Nama kepulauan ini sangat familiar bagi traveler, tapi masih asing bagi yang lainnya. Aku berkesempatan untuk menjelajahi negeri kepulauan lainnya di ujung timur Indonesia bagian selatan ini. Coba dilihat lagi peta Indonesia, ada pulau-pulau apa saja di bagian timur belahan selatan? Ada Flores, Sumba, Rote, Sumba, Timor, dan ada Alor. Itu adalah jajaran pulau-pulau yang ada di Nusa Tenggara Timur. Belum termasuk pulau-pulau kecilnya ya.

Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di Nusa Tenggara Timur. Dan, beruntung sekali aku langsung bisa menginjak tanah Alor, pulau yang terkenal dengan taman bawah lautnya yang cantik.


Alor merupakan negeri kepulauan dengan dua pulau besar, yaitu Pulau Alor dan Pulau Pantar. Alor ini berbatasan langsung dengan perairan Timor Leste. Jadi memang lokasinya paling ujung timur Indonesia di bagian Selatan. Bagi orang yang tinggal di kota besar di Pulau Jawa tentu Alor ini terasa jauh sekali. Aku naik pesawat langsung dari Jakarta menuju Kupang, lalu ganti pesawat ATR dari Kupang ke Alor. Maskapai yang melayani direct flight dari Jakarta ke Kupang hanya ada 2 penerbangan dini hari, Batik Air dan Citilink. Selain itu, penerbangannya harus transit dulu di Surabaya. Aku tentu memilih penerbangan langsung karena masih harus lanjut pesawat ATR menuju Alor. Lama perjalanan 3 jam, lalu ditambah dengan ATR 55 menit. Untuk pesawat ATR hanya ada satu kali penerbangan per hari rute Kupang-Alor dengan Wings Air.

Menjelajahi Indonesia hingga sampai ke pelosok-pelosok negeri memang nggak boleh pilih-pilih maskapai atau angkutan. Kalau ke pulau-pulau seperti Kepulauan Alor ini, beruntung sekali sudah ada pesawat ATR yang menjangkaunya dari Kupang. Selain itu ada kapal laut berupa kapal pelni dan kapal cepat untuk bisa sampai di Alor. Menurutku ini sungguh luar biasa, angkutan kita sudah menjangkau pulau-pulau terdepan Indonesia. Bayangkan kalau nggak ada pesawat ATR bahkan pesawat perintis? Bayangkan juga kalau nggak ada kapal?

Dalam kisah perjalanan Alor ini, aku mau cerita tentang moda transportasinya. Ada banyak sekali hal baru tentang transportasi kita yang kudapat dalam perjalanan ke pelosok negeri ini. Kamu mau tahu betapa serunya aku bertemu orang-orang baik dan hebat selama di Alor ini? Lanjut baca ke bawah ya.


Penerbangan Jakarta-Kupang-Alor

Aku berangkat dari Jakarta pukul 02.00 WIB dengan maskapai Batik Air. Sebenarnya awalnya aku ingin memilih Citilink yang berangkat pukul 02.45 WIB. Namun, setelah dipikir-pikir, kebetulan sekali layanan Batik Air memberikan free PCR test bagi penumpangnya dan free makanan di dalam pesawat, sekaligus free bagasi 20 kg untuk sambung pesawat ke Wings Air. Kalau naik Citilink, untuk connecting flight ke Wings Air hanya dapat free bagasi kabin 7 kg. Lumayan, aku bisa menghemat biaya PCR test yang menjadi protokol wajib dalam penerbangan ke luar Pulau Jawa dan dapat bagasi pesawat ATR pula.

Penerbangan dini hari seperti ini kuhabiskan dengan tidur sepanjang jalan. Apalagi kondisi pesawat penuh sekali. Aku terbangun ketika pramugari membagikan makanan untuk sarapan. Lalu, kulihat jam, masih pukul 4 pagi. Tapi mau nggak mau aku ikutan makan juga secepat kilat karena masih mengantuk, lalu lanjut tidur lagi hingga pesawat mendarat. Ini super early breakfast. Belakangan aku tahu satu tips dari Pak Suharmadjie, Kabandara Mali-Alor, kalau dikasih sarapan dini hari seperti itu dan kamu masih mengantuk, lebih baik minta dibungkuskan ke pramugarinya lalu makan saat kita sudah sampai di gedung terminal. Tidur tidak terganggu, makan pun sesuai waktunya, nggak pagi-pagi amat, dan saat transit pun kita sudah nggak perlu jajan. Tips yang ku-camkan baik-baik dalam benak.

Tepat pukul 06.00 WITA, aku mendarat di Kupang. Bandara Internasional El Tari Kupang ramai sekali. Rupanya banyak yang transit menuju Sumba, Maumere, Rote, dan Labuan Bajo dengan waktu berdekatan. Ada pesawat dari Jakarta yang dialihkan menuju Sumba dan Labuan Bajo. Seharusnya transit di Bali, jadinya transit di Kupang.



Bandara El Tari Kupang memang bandara yang besar dan tampak sibuk sekali pagi itu. Gedung terminalnya baru selesai direnovasi agar ruang tunggu lebih luas dan nyaman. Beginilah suasana pagi di bandara yang dipenuhi orang-orang NTT. Aku menebar senyum kepada orang-orang yang berpapasan denganku, baik petugas bandara, penumpang yang hendak liburan, dan penumpang yang memang mau bepergian bertemu keluarganya beda pulau. Bandara El Tari Kupang telah jadi bandara induk yang menghubungkan pulau-pulau kecil di penjuru Nusa Tenggara Timur. Sebelum pandemi, Bandara El Tari juga melayani rute internasional ke Dili, Timor Leste. Sekarang rute itu masih ditutup untuk sementara.

Penerbangan ke Alor naik pesawat ATR merupakan salam rinduku bertemu kembali dengan ATR. Terakhir kali aku naik pesawat ATR dari Wings Air itu tahun 2016 saat penerbangan dari Ambon ke Tual, Kei Kecil, Maluku Tenggara. Sudah lupa rasanya bagaimana naik pesawat ATR. Kabinnya kecil, bangkunya tersedia 2-2. ATR lebih kecil dari pesawat bombardier yang pernah kunaiki tahun lalu dari Banyuwangi ke Jakarta, milik Garuda Indonesia.

Tips dariku buat kamu yang hendak naik pesawat ATR, pilihlah bangku di bagian belakang kalau ingin cepat turun saat pesawat landing. Karena pintu pesawat ATR untuk penumpang ada di bagian belakang. Selain itu, bawalah barang seringkas mungkin. Aku memang dapat jatah bagasi 20 kg. Biasanya naik pesawat ATR, jatah bagasi hanya 7 kg khusus untuk bagasi kabin. Biar hemat, belilah tambahan bagasi 5-10 kg saja saat pembelian tiket kalau memang kamu punya kelebihan bagasi. Biasanya lebih murah daripada bayar kelebihan bagasi yang dihitung per kg di bandara saat check in.


Bandar Udara Mali-Alor

Bandar Udara Mali-Alor merupakan bandara kecil nan eksotik di Alor. Saat pesawat ATR akan mendarat, aku melihat landasan panjang di pinggir laut. Itulah Bandara Mali yang di satu sisi merupakan bukit dan di sisi berlawanan terdapat laut berwarna gradasi tosca dan biru. Pasirnya tampak putih sekali dari atas.



Penerangan ke Alor hanya ada 1x penerbangan sehari dengan Wings Air. Bandaranya berlokasi di Mali, setengah jam dari pusat kota Kalabahi. Yang memukauku saat mendarat adalah gedung terminal barunya yang berbentuk seperti rumah adat orang Alor. Atapnya yang tinggi berbentuk segitiga lalu ditambah dengan aksen kaca bening di bagian dinding dan tengah atap. Nuansa tradisional bergabung dengan modern menjadikan gedung Bandara Mali yang baru ini mencitrakan identitas negeri Alor.

Sebenarnya gedung terminalnya belum beroperasi. Kemungkinan akan beroperasi pertengahan tahun 2022. Aku sangat ingin kembali ke Alor ketika gedung terminal barunya sudah beroperasi karena ini adalah gedung terminal bandara yang ter-instagramable. Cantik dan otentik.

Aku disambut petugas bandara yang ramah di Bandara Mali ini. Karena ini bukan kategori bandara besar seperti di Jakarta dan Kupang, aku melihat staf bandara bekerja sama dengan baik. Mulai dari groud handling yang mengurusi parkir pesawat dan bagasi penumpang. Pak Amos, koordinator Ground Handling Bandara Mali mengatakan bahwa ia tidak pernah menyerah untuk bekerja sebagai ground handling. Tuhan sudah memberikan berkat bagi segenap rakyat Alor dengan adanya bandara ini. Pak Amos termasuk orang asli Alor yang turut bangga dengan kehadiran Bandara Mali sejak lama. Berapa pun upahnya, dia tetap bekerja keras menjalankan tugasnya meski seringkali berhadapan dengan penumpang yang komplain terhadap bagasi.



Aku berkenalan dengan Ibu Nelci yang merupakan koordinator petugas Avsec Bandara Mali. Bu Nelci mungkin tampak garang dengan tatapannya yang tajam. Namun, sebenarnya ada senyum yang mudah terukir di balik maskernya. Katanya ketika Avsec menjalankan tugas, mereka memang harus tegas. Tapi yang terpenting dalam bekerja adalah sapa dan senyum.

Pak Suharmadjie, Kabandara Mali-Alor juga berceerita bahwa beliau menganggap Alor adalah rumah kedua. Baginya, dikirim bekerja di mana saja, jauh dari keluarga adalah sebuah pengabdian. Beliau pernah bertugas di beberapa daerah seperti Medan, Ambon, dan terakhir Alor. Di Alor ini, Kabandara yang akrab disapa Pak Adjie ini malah mengepalai 2 bandara sekaligus, Bandara Mali dan Bandara Pantar di seberang pulau. Kebayang kan tugasnya mengemban 2 bandara dan harus bolak-balik naik perahu untuk koordinasi kedua bandara tersebut. Pak Adjie hanya sempat berkumpul dengan keluarganya di Bogor sebulan sekali.


Bandar Udara Pantar-Alor

Kamu tahu nggak, Alor punya satu bandara lagi. Lokasinya di Pulau Pantar. Seperti yang sudah aku tulis di atas, bahwa Kepulauan Alor itu punya 2 pulau besar. Jadi satu bandara ada di Pulau Alor yang jadi bandara utama, dan satu lagi ada bandara perintis di Pulau Pantar. Bandar Udara Pantar baru diresmikan bersamaan dengan peresmian Bandar Udara Toraja bulan Maret 2021 oleh Pak Jokowi.

Suatu pagi, aku naik perahu yang disebut ojek laut oleh masyarakat setempat untuk menyeberang ke Pulau Pantar. Aku naik perahu dari dermaga kecil di Alor Kecil. Penyeberangan menghabiskan waktu sekitar 1 jam melintasi beberapa pulau kecil di antara Pulau Alor dan Pulau Pantar.

Bandara Pantar masih berstatus bandara perintis dengan penerbangan jenis pesawat caravan dari Dimonim Air rute Alor-Kupang dan sebaliknya. Ini kali pertama aku melihat pesawat caravan. Ternyata begini ya model penerbangan perintis itu. Pesawat caravan hanya berkapasitas 12 orang termasuk dengan pilot. Gedung terminal Bandara Pantar sangat kecil walaupun desain bangunan bandaranya sudah terbilang modern. Gedung terminal ini cuma ada 2 pintu, pintu keberangkatan dan pintu kedatangan. Peralatan seadanya dan serba manual. Layanan Avsec hanya bermodalkan metal detector. Layanan check in dan boarding pass belum terkomputerisasi. Masih ditulis tangan. Prosedur pengisian eHac juga ditulis tangan oleh petugas satu per satu. Untung penumpangnya cuma 10 orang setiap keberangkatan ya. Kebayang kalau semuanya manual jika penerbangannya ditambah.






Oh iya, pemesanan tiket cuma dilayani secara offline di gedung bandara. Informasi penerbangan dilakukan melalui Facebook Page Bandara Pantar. Soal jadwal setiap Senin dan Rabu, harga tiket, kode penerbangan, dan info pesawat delay semua dinfokan melalui Facebook. Lalu, hebatnya pemesanan tiket selalu penuh. Ternyata memang orang Pantar butuh penerbangan langsung ke Kupang. Sebelum bandara ini dibangun, orang Pantar harus menyeberang dulu ke Kalabahi, Pulau Alor agar bisa naik ferry atau kapal cepat menuju Kupang. Itu tentu membutuhkan waktu yang panjang dan memakan biaya juga. Mereka harus menginap dulu di Kalabahi untuk menyesuaikan jadwal keberangkatan kapal ke Kupang.  Dengan hadirnya Bandara Pantar, perjalanan jadi lebih efisien dengan harga terjangkau.

Sebelum menjadi Bandara Pantar, kawasan bandara ini tadinya adalah lapangan terbang peninggalan Jepang untuk pendaratan pesawat misionaris MAF. Jadi memang landasannya sudah ada sejak lama. Kini bandara Pantar memperpanjang landasannya hingga 900 meter yang layak didarati pesawat caravan.

Pak Meni Tuati, Kasatpel Bandara Pantar bercerita bahwa butuh waktu lama melakukan pendekatan kepada masyarakat Pantar untuk menerima kehadiran bandara ini. Bandara ini menjadi pembuka jalan bagi rakyat Pantar dari segi ekonomi, wisata, pendidikan, dan perdagangan. Saat mengobrol dengan Pak Meni Tuati yang memang orang asli Pantar, beliau berkelakar, Pulau Pantar ini punya 36 bahasa. Jadi pemahaman dan adatnya pun berbeda-beda. Bandara ini bisa beroperasi berkat pendekatan budaya ke desa-desa. Jadi, harus orang Pantar aslilah yang mengelola bandara ini agar lebih dekat dengan masyarakat. Satu hal yang membuat Pak Meni bangga menjadi Kasatpel Bandara Pantar dengan segala tantangan pekerjaannya, bahwa Bandara Pantar ini dibangun oleh orang Pantar untuk orang Pantar juga.

Pak Meni Tuati memilih 18 staf bandara dari perwakilan masing-masing desa. 18 staf bandara ini yang menyatukan suara orang-orang Pantar dan mengemban tugas membangun pintu gerbang penghubung Pantar kepada dunia yang lebih luas. Aku merinding sih mendengar cerita Pak Meni Tuati. Sebegitu berartinya keberadaan Bandara Pantar bagi orang-orang Pantar. Meski diisi sesama orang Pantar, suasana kerja pegawai bandara menjadi multikultur karena mereka berasal dari desa adat dan bahasa yang berbeda. Terasa sekali di Pantar--dan Alor juga pada umumnya--bahwa bahasa Indonesia menjadi pemersatu mereka.


Harga tiket Dimonim Air

Pantar-Kupang Rp270.000

Kupang-Pantar Rp290.000

Jadwal penerbangan: setiap Senin dan Rabu pukul 12.00


Pelabuhan Dulionong dan Pelabuhan Kalabahi

Kekagumanku nggak ada habisnya terhadap Alor. Negeri timur Indonesia itu memang indah, terutama langit dan lautnya. Beberapa kali aku dibuat takjub dengan keriuhan kehidupan masyarakatnya di Kalabahi, ibukota Kabupaten Alor sekaligus kota pelabuhan. Ada dua pelabuhan dengan dermaga yang berdampingan. Pelabuhan Kalabahi dan Pelabuhan Dulionong. Biasanya pelabuhan itu sarat dengan panas terik, kumuh, dan bau amis. Tapi tidak di Kalabahi. Dua pelabuhan ini jadi pusat kehidupan dan penghidupan orang Alor. Berkat alamnya yang masih asri dan kehidupan masyarakatnya yang apa adanya, pelabuhan ini jauh dari kata kumuh. Justru sebaliknya, air laut di sekitar dermaga tetap saja bening. Angin semilir yang bertiup dari arah laut tidak menawarkan bau amis sama sekali. Panas terik matahari memang selalu menyengat, tapi itulah eksotisme timur yang selalu kudamba.

Pelabuhan Kalabahi merupakan dermaga logistik di Alor. Kapal-kapal yang membawa logistik dari Sulawesi Selatan, Kupang, dan Surabaya bersandar di Pelabuhan Kalabahi. Suatu sore, aku melihat pelabuhan Kalabahi ramai sekali. Rupanya ada kapal dari Kupang yang membawa bahan baku masakan seperti bawang-bawangan dan kapal phinisi dari Sinjai yang membawa berkarung-karung beras.



 

Rupanya orang Alor memasok beras dari luar. Ada yang dari Makassar dan ada yang dari Surabaya. Pelabuhan Kalabahi menjadi tempat bersandarnya kapal-kapal besar pengangkut logistik. Aku pernah melihat sebuah kapal peti kemas sedang bongkar muat. Ada puluhan peti kemas yang diturunkan di sana. Kalau kata Pak Ruslan, staf Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kalabahi, peti kemas itu berisi berbagai barang kebutuhan orang Alor. Biasanya datang dari Surabaya. Kalau nggak ada kapal itu, orang Alor hanya bisa makan jagung dan singkong.

Berkebalikan dengan suasana Pelabuhan Dulionong yang riuh karena merupakan kategori pelabuhan rakyat. Di sini banyak perahu dan kapal rakyat yang bersandar. Kapal penyeberangan orang pun dilayani di pelabuhan ini. Di dekat pintu gerbang Pelabuhan Dulionong disediakan 2 pos rapid tes antigen untuk penumpang yang ingin menyeberang.

Aku melihat kapal Cantika Express 77 yang datang dari Kupang baru saja bersandar malam hari. Dengan kapal cepat inilah orang-orang Alor berlayar ke Kupang, begitu juga sebaliknya. Lama perjalanan sekitar 5-6 jam, bergantung dengan kondisi gelombang. Meski sudah ada 2 bandara yang melayani penerbangan menuju Kupang dalam waktu singkat, pelayaran masih menjadi primadona angkutan publik di Alor. Ini juga berlaku di pulau-pulau timur Indonesia.




Aku juga melihat ada kapal pelra Banawa Nusantara yang merupakan hibah dari Kementerian Perhubungan tahun 2019 bersandar di Pelabuhan Dulionong. Kapal ini membawa beberapa karung barang yang isinya gula batu, kayu bakar, dan sebagainya. Kapal pelra ini datang dari satu desa di Alor timur, menyusuri perairan mengeliling Alor bagian selatan hingga sampai di Kalabahi. Padahal masih satu pulau dan mereka bisa saja mengangkut barang lewat jalur darat, tetapi menurut mereka, jalur laut lebih cepat. Lihat kan, slogan nenek moyangku seorang pelaut masih melekat di benak orang-orang pulau. Karena itu nggak heran jika pelabuhan selalu menjadi ramai.

Berada di pulau seperti di wilayah Kepulauan Alor ini, kita akan terbiasa dengan penyeberangan laut. Naik kapal dan perahu adalah hal yang lumrah dan memang telah menjadi angkutan sehari-hari kehidupan orang pulau. Aku terkagum-kagum dengan keindahan perairan di Alor. Rinduku pada laut timur terbayarkan.


Harga tiket penyeberangan orang kapal cepat Cantika Express 77

Dewasa: Rp202.000

Anak (5-11 tahun): Rp102.000

Balita: Rp52.000

Rute: Kupang-Kalabahi 


Kalabahi Kota Kenari, Ibukota Alor

Alor punya pusat kota Kalabahi yang ramai. Kalabahi ramai berkat beberapa pelabuhan di sana, ada pelabuhan barang, pelabuhan rakyat, dan pelayaran orang.

Seperti julukannya, Kalabahi Kota Kenari, Alor itu memang penghasil kenari. Karena itu kenari jadi sumber penghasilan masyarakat Alor, bersamaan dengan asam jawa, pinang, dan vanili. Sederetan nama tanaman itu tentu tidak asing bagi yang suka memasak dan membuat kue.

Bayangkan, orang di Jawa bisa mendapatkan kenari dari mana? Kenari di Alor adalah kenari terbaik. Begitu juga dengan asam. Banyak sekali pohon asam di Alor. Pohon asam di Pulau Jawa banyak yang sudah ditebang. Karena itu, biasanya Alor mengirim hasil alamnya ke luar pulau dengan menggunakan kapal. Ada sekitar 20 peti kemas berisi hasil alam Alor yang biasanya diangkut dengan kapal tol laut menuju Surabaya.

Kamu masih termasuk orang yang belum paham dengan konsep tol laut? Tol laut bukan jalur yang dibuat di atas laut, melainkan kapal pengangkut logistik yang melintasi perairan Indonesia, memangkas disparitas harga di pulau-pulau terdepan, mendistribusikan logistik langsung ke lokasi tujuan, tanpa harus berpindah-pindah tangan.

Aku sempat melihat kapal tol laut yang bersandari di Pelabuhan Tenau, Kupang. Kapal tol laut trayek T20 direncanakan akan bersandar di Pelabuhan Moru Alor untuk mengangkut logistik dari Surabaya. Semoga Pelabuhan Moru segera aktif kembali ya demi membuka perekonomian dan perdagangan di Alor lebih gencar.

Begitulah kisahku berada di Alor beberapa hari. Ini baru kisah tentang transportasinya. Meski lokasi Kepulauan Alor berada jauh di timur sana, Alor tetap terhubung dengan dunia. Kalau kamu ke toko bakery dan membeli kue kenari, coba cari tahu, kenari itu kenari yang tumbuh di mana? Jangan-jangan itu kenari dari tanah Alor. Artinya, kamu sudah sekejap menyapa Alor lewat rasa.

Baca juga: Terpukau oleh Kehidupan di Alor

 



*Perjalanan ini merupakan bagian dari rangkaian Transmate Journey 2021 dari Transmate Indonesia dan Kementerian Perhubungan. Misinya adalah melihat konektivitas orang dan logistik di pulau-pulau terdepan Indonesia dan bagaimana para #InsanTransportasi bekerja dengan segala tantangannya. Tim Transmate Journey Alor yang berangkat adalah aku dan Arief Pokto dari ariefpokto.com.

Komentar

  1. Aku belum pernah ke sini mba, dan lihat cerita serta fotonya bikin pengen. Apalagi sekarang transportasinya mudah ya mba. Sungguh indah alam kita Indonesia

    BalasHapus
  2. Bandara Mali cakepnya. Pulau Alor Rote dan sekitarnya sering disebut2 oleh guru IPSku SD harapannya biar muridnya hapal pulau-pulau di Indonesia sayang belum kesempatan ke sana. Udah rencana ke sana suatu saat nanti, Insya Allah..

    Oya, Num ke NTT gak janjian sama teman Persamuhan? wkwkw
    Seru klo kopdar di sana, pasti seneng dia

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tadinya mau begitu Mba. Tapi gak ada yang di Alor. Takut ngerepotin juga.

      Aku juga dulu sering dengar tentang Pulau Alor dan Rote ini di pelajaran sekolah. Siapa sangka akhirnya bisa ke Alor. Rote belum. Semoga bisa tahun depan. *eh *aamiin

      Hapus
  3. Seru banget mba pengalamannya. Saya sama sekali belum kebayang kalau suatu saat bisa kesini. Baca tulisannya jadi ngebayangin dan pengen suatu saat bisa kesini

    BalasHapus
  4. Seru banget perjalanannya, apalagi kudu banyak ganti transportasi gini, di masa sekarang pula, di mana nggak cuman beli tiket doang, tapi kudu gini gitu juga hehehehe.
    Pesawatnya tuh kayak yang ke tempat ortu saya di Buton, ada baling-baling bambunya kalau kata anak saya hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, baling-baling bambu. hehehe. Pesawat ATR namanya. Wah, kaka orang Buton ya. Salam kenal. Aku belum pernah ke Buton, ingin sekali.

      Hapus
  5. Aaaakk, kerennya dirimuuuu Kak
    Bisa traveling dgn enjoy, poto2nya ciamiik bgt
    beneran ngajak kita virtual trip ini maahhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah bisa berbagi cerita tentang kehidupan masyarakat pulau di timur sana kak. Semoga berkenan.

      Hapus
  6. Seneng kalau baca cerita perjalanan gini, jadi kaya ikutan diajak jalan-jalan ke tempat yang belum aku kunjungin. Belum pernah ke Alor soalnya hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, kisahku bisa menemani hari-hari di rumah ya kak.

      Hapus
  7. awww, seruuu bangeet mbaaa..
    berdoa seomoga ku ada kesempatan bisa mengunjungi alor jugaaa.. :)

    BalasHapus
  8. Senang bisa baca seluruh reportasenya. Saya seolah ikut dalam perjalanannya.

    Eh tumben Kang Arif lama ga list blogwalking ya... Sehat kah beliau?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah sehat kak. Saat aku nulis ini, Kang Aip lagi di Banda Neira. Sibuk sekali beliau.

      Hapus
  9. Saya belum pernah ke timur atau ke pulau Alor. Lihat dari sini, pemandangannya memang indh sekali. Semoga lain waktu saya juga bisa main ke sana.

    BalasHapus
  10. Asiikk, makasih loh udah ajak aku jalan2 ke Alor melihat bandara Mali, ke BAndara El Tari Kupang. Berasa ikutan traveling bareng dirimuu.

    Yang menarik itu ada Tol Laut, baru ngeh juga akutu, ternyata buat ngangkut Logistik.
    Semoga Pelabuhan Moru bisa segera aktif kembali, agar membuka perekonomian dan perdagangan di Alor lebih gencar dan makin terkenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, banyak yang belum tau tol laut. Jadi aku sekalian ngenalin buat pembaca. Jadi bisa saling berbagi informasi tentang kehidupan melaut dan pengangkutan logistik ke timur Indonesia.

      Hapus
  11. wah pantainyaa, ya ampun aku pengen banget liburan :)) seru sepertinya naik pesawat baling2 ya, anakku suka sekali dengan pesawat, dia belum pernah naik pesawat yang seperti itu :D bandaranya bersih dan lumayan besar ya ternyata..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak. pesawat ATR biasanya menjangkau pulau-pulau atau daerah pedalaman. Semoga bisa berlibur sama keluarga naik pesawat ATR juga ya kak

      Hapus
  12. Allhamdulillah akhirnya bisa menginjakkan kaki di NTT ya. AKu belum pernah ke sana, juga belum pernah naik pesawat ATR, rasanya gimana?
    noted sama tips makanan yg dibungkusnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rasanya.... deg degan pas mau take off mba. Tapi alhamdulillah baik-baik saja. hehehe

      Hapus
  13. Seru membaca perjalanan mba Hanun menuju NTT.
    Saya belum pernah juga ke NTT, tapi hanya pernah mendengar cerita teman hidup yang beberapa kali sempat ke NTT, tapi dia lewat darat, berpindah-pindah kapal.
    Naik pesawat ATR pengalaman yang lebih menyenangkan pastinya ya mba.

    BalasHapus
  14. Mereka mendapat pasokan beras dari luar Alor seperti Makassar mungkin juga karena tak banyak wilayah disana yang punya untuk produksi beras ya mba. Bandaranya makin bagus dan semoga terjaga dengan baik pastinya

    BalasHapus
  15. Seru banget ya destinasinya ke Pulau Alor. Dukihat sekulas dari viewnya di atas juga cakep banget Maa syaa Allaah.

    Btw hampir sama juga ya dengan daerah asalku di Kepulauan Yapen, barang2 seperti berasz telur dan lain2 di pasok dari luar makanya barang2 di Papua serba mahal gitu. Untuk aksesnya juga cuma bisa ditempuh lewat kapal dan pesawat jadi gak kebayang klu gak ada transportasi itu.

    BalasHapus
  16. Keren nih misinya
    Jadi bisa menyuarakan apa saja yang terlihat real di sana tanpa dilebih atau dikurangkan
    Pulaunya indah juga kalau pas googling

    BalasHapus
  17. Belum pernah ke Alor dan keren banget di sana ya mbak. Jadi pengen pakai Batik Air mbak perjalanan ke sana.

    BalasHapus
  18. Perjalannnya yang harus ditempuh lumayan menantang yaa.. Lama di pesawatnya dan lama menunggu untuk perjalanan berikutnya. Saat transit ini menjadi waktu-waktu berharga untuk meregangkan badan.
    Batik air memang maskapai yang menurutku paling ideal. Alhamdulillah, selalu puas kalau terbang dengan Batik Air.

    BalasHapus

Posting Komentar

Popular Posts