Terpukau oleh Kehidupan di Alor, Tentang Dugong, Mistis, dan Punya 56 Bahasa

Alor memang menakjubkan. Itulah yang kurasakan selama beberapa hari di Alor. Bahagia sekali aku bisa menginjak pulau di ujung timur Indonesia ini yang berbatasan langsung dengan Timor Leste. Negeri timur sedari dulu terkenal eksotik, tapi Alor menarik dengan segala cerita lika-liku hidup yang kudengar dari orang-orang setempat.

Aku tak sempat banyak mengeksplor negeri Alor yang punya alam bahari nan indah ini. Tak cukup seminggu mengarungi Alor. Sebaiknya menetap 2 minggu. Begitu ucap Pak Adjie yang merupakan Kepala Bandara Mali kepadaku sambil dijamu makan siang lobster besar.

Sebelumnya aku pernah menulis tentang transportasi di Alor dan bagaimana Alor bisa terhubung dengan dunia.

Baca di sini: Menuju Pulau Terdepan Alor


Selanjutnya aku akan cerita bagaimana kehidupan di Alor itu dan bagaimana aku dibuat takjub oleh negeri perbatasan Indonesia bagian timur selatan ini.


Dugong, Ikon Pulau Alor

Aku bertemu spesies mamalia laut yang lucu. Sebelum berangkat ke Alor, aku sempat membaca beberapa artikel bahwa dugong adalah spesies mamalia laut yang habitatnya salah satu ada di perairan Alor.

Ada dugong bernama Mawar (tetapi sebenarnya dia laki-laki) yang hidup di perairan Mali, Pulau Alor. Ini pertama kalinya aku bisa melihat langsung wujud dugong dewasa. Dia biasa hidup di perairan dangkal dan makan rumput-rumputan laut. Mawar, si dugong Alor hidup sedirian di perariran Mali. Kalau kamu ke Alor, jangan lupa untuk mengunjungi Mawar  siang hari ya. Biasanya jika mendengar mesin kapal datang, dia akan naik ke permukaan dan menyapa kita.


Jangan sekali-kali turun ke air atau memberi makan si dugong. Takutnya kamu akan dipeluk dan dibawa ke dasar laut. Kebiasaan dugong itu adalah memeluk menggunakan siripnya. Dia juga senang memeluk bagian bawah perahu dan memakan lumut-lumut yang menempel di perahu. Tingkahnya lucu. Naik dan turun seenaknya, lalu senang mengejar perahu yang sedang melaju. 


Desa Adat Takpala

Desa Adat Takpala adalah salah satu dari destinasi wisata wajib saat mengunjungi Alor. Sebenarnya ada beberapa desa adat lainnya yang memiliki budaya berbeda yang bisa dikunjungi di pulau ini, tapi aku hanya sempat mengunjungi Desa Takpala ini.

Lokasinya agak mendaki bukit. Kalau orang sana bilang, orang Takpala itu tinggal di lereng gunung. Gunung yang dimaksud ada bukit. Perjalanan dari pusat Kota Kalabahi sekitar 45 menit menuju Desa Takpala. Kita akan dimanja dengan panorama laut dari lereng bukit.


Saat aku sampai di Desa Takpala siang hari, desa itu sangat sepi. Ada Pak Martin, yang mengurus kedatangan tamu yang menyambut kami. Aku mengobrol sebentar dengan Pak Martin. Katanya, sebaiknya untuk datang ke Desa Takpala, konfirmasi beberapa hari sebelumnya sehingga nanti disiapkan acara penyambutan dengan tarian adat Takpala. Tarian itu biasanya dilakukan oleh para mama dan nona yang menghuni desa.

Orang Takpala tinggal di rumah-rumah limas dengan atap dari daun lontar. Aku melihat beberapa rumah limas di sana. Makanan utama mereka adalah jagung dan singkong. Ini juga sebenarnya makanan utama warga Alor karena mereka tidak menghasilkan beras. Beras biasa dibawa dari Sulawesi Selatan.

Berbincang dengan Pak Martin ternyata seru sekali. Dia mengatakan ada banyak yang datang ke desa ini. Tahun 1971 mulai ada penelitian tentang asal-usul manusia di Takpala, tentang mengukur desa mana yang layak dijadikan desa wisata. Jika datang ke kawasan desa ini, jangan langsung mengambil foto atau video ya. Ada baiknya meminta izin Pak Martin dulu untuk mengedepankan sopan santun. Mereka juga sangat menjunjung tinggi leluhur mereka.

Saat aku pamit, Pak Martin berpesan bahwa "Nikmati hidup yang ada, jangan nikmati kekayaan yang ada."


Pulau Alor punya sekitar 56 bahasa dan Pulau Pantar punya sekitar 36 bahasa

Beberapa hari di Alor, aku diceritakan sedikit-banyak tentang budaya di Alor. Yang unik dari negeri kepulauan satu ini adalah mereka punya sekitar 56 bahasa di Pulau Alor dan 36 bahasa di Pulau Pantar. Ini membuktikan betapa kayanya Alor dengan bahasa dan budayanya.


Jadi bahkan dalam 1 desa, mereka punya lebih dari 1 bahasa. Jadi bagaimana komunikasi di sekolah atau antar desa? Ya, mereka menggunakan bahasa Indonesia. Pantas saja bahasa Indonesia orang-orang Alor lebih rapi daripada bahasa Indonesia kita di Pulau Jawa. Mendengar dialek mereka berbicara satu sama lain serasa sedang mendengar orang latihan teater. Lantang dan jelas.


Pulau-pulau kecil di sekitar Alor

Alor adalah surga bawah laut di timur Indonesia. Sebenarnya rugi pergi jauh-jauh ke Alor tapi nggak menyelam sama sekali. Sepertiku ini. Rugi besar. Pesona Alor itu terletak pada bawah lautnya.

Aku sudah eksplor sedikit budayanya, sedikit tempat wisatanya, yang belum ku eksplor sama sekali adalah pulau-pulau kecilnya dan bawah lautnya yang indah.

Selain 2 pulau besar, Alor dan Pantar, ada beberapa pulau kecil punya keunikannya sendiri. Ada Pulau Kepa dengan resort yang terkenal yang dikelola oleh orang Prancis. Pulau Kepa ini pulau yang terdekat jika menyeberang dari Alor Kecil. Ada Pulau Ternate yang terkenal dengan gereja di lereng bukitnya. Pulau Ternate ini dihuni oleh pengrajin tenun Alor. Aku hanya sempat melihat Pulau Ternate dari perairan ketika hendak menyeberang ke Pulau Pantar.


Ada Pulau Buaya yang bentuknya mirip kepala buaya. Bukan pulau yang dihuni oleh buaya ya. Tapi bentuknya yang mirip buaya dari kejauahan.

Yang paling besar ada Pulau Pantar. Aku menyeberang dengan kapal kayu kecil dari kawasan Alor Kecil ke dermaga Pulau Pantar. Sebenarnya ada kapal ferry juga ke Pulau Pantar ini. Tapi lebih banyak dermaga-dermaga kecil yang lebih dekat dan bergantung ke tujuan mana kita akan mampir.

Pulau Pantar terkenal dengan pantainya yang indah-indah. Aku melihat sekilas keindahan itu saat berkendara di jalanan Pulau Pantar. Pantas saja bandara Pantar dibangun, selain untuk mempermudah orang-orang berpindah dari Pantar ke Kupang dan sebaliknya, bandara juga pembuka akses buat wisata Pulau Pantar itu sendiri. Sama seperti Pulau Alor, Pantar juga punya keunikan wisata alam dan budayanya sendiri. Dari segi bahasanya saja sudah berbeda dengan Alor.


Mistis di Alor

Ini sebenarnya kisah yang kuhindari tapi ya Alor menjadi salah satu daerah yang punya mitos dan legenda yang kuat. Alhamdulillah aku tidak bersinggungan dengan mistis di Alor, tetapi aku mendengar beberapa cerita dari sana.


Seperti keberadaan Swanggi, orang yang punya kemampuan melebihi orang biasa, bisa berpindah tempat dengan terbang, dan bisa mengobati orang sakit. Mungkin kamu pernah mendengar tentang orang yang bisa terbang, ya itu pasti dari daerah Alor.

Aku juga mendengar kisah tentang pemakaman sultan di kawasan Mali, Alor. Kamu ingat dugong yang kuceritakan di atas? Dia hidup sendiri di perairan Mali. Seseorang bercerita, mungkin saja dugong ini memang terikat pada makam sultan dari Ternate di sana. Dugong sebenarnya tidak bisa hidup sendiri seperti lumba-lumba. Mereka hidup berkelompok dan berpindah-pindah. Jadi agak aneh dengan si Mawar yang jinak di perairan Mali itu. Percaya atau tidak, itu sah-sah saja.

Ketika datang ke desa wisatanya pun kita benar-benar harus minta izin dan menyapa tuan rumahnya dulu sebelum mengambil gambar. Mereka sangat menghormati leluhur dan alam. Sebagai pendatang, kita wajib menghargai keyakinan itu dan tidak boleh meremehkan setiap jengkal tanah yang kita datangi itu. Begitulah Alor dengan kisah mistisnya.


Komentar

Popular Posts