Melihat Simpul Konektivitas di Halmahera Utara dan Morotai

Menginjakkan kaki di Maluku Utara sudah sejak lama aku idamkan. Dulu aku hanya tahu Pulau Halmahera sebatas buku pelajaran Geografi dan peta Indonesia. Rupanya kini saatnya aku terbang jauh dari Jakarta ke Maluku Utara dalam misi Transmate Journey Halmahera Utara.

Misi perjalanan ke timur Indonesia ini bukan sekadar jalan-jalan belaka. Aku bersama 3 teman Transmate menuju pulau-pulau terluar Indonesia untuk melihat bagaimana konektivitas transportasi dan penyeberangan antar pulau memadai di sana. Buktinya, aku bisa sampai Halmahera Utara dan Morotai.



Ketika membicarakan Maluku Utara, orang akan membayangkan Ternate. Ternate memang ibukota Maluku Utara yang merupakan pulau kecil di bagian barat Kepulauan Maluku. Lalu bergugus ke utaranya ada Pulau Tidore, Pulau Halmahera, dan Pulau Morotai. Morotai menjadi pulau perbatasan yang menghadap ke Samudera Pasifik.

Seru sekali perjalananku menjelajah Halmahera Utara dan Morotai kali ini. Aku mendengar banyak sekali cerita unik tentang kehidupan pulau selama di sana. Mulai dari alasan negeri kepulauan itu pernah diduduki Belanda, Portugis, hingga Jepang, lalu cerita tentang kehidupan melaut yang menjadi transportasi utama mereka agar terkoneksi antar pulau.

Halmahera dan Morotai adalah negeri penghasil kopra terbesar di Indonesia. Aku bahkan bisa menyebutnya pulau nyiur karena saking banyaknya kebun-kebun kelapa berjajar di sepanjang jalan hingga sampai ke perbukitan. Tidak heran, banyak kutemukan pondok-pondok pembuatan kopra di sana. Untuk hasil lautnya, perairan Morotai dan Halmahera adalah tempat hidup ikan tuna. Di Morotai sendiri, ada tempat pengemasan ikan tuna untuk dibawa dengan kapal dalam jumlah besar ke Surabaya lalu diekspor ke luar negeri. Ah, tidak habis-habis sepertinya ceritaku tentang Halmahera dan Morotai ini. Aku runut satu per satu ya.

Ini dia pengalaman Transmate Journey Halmahera Utara dan Morotai kami.


PENERBANGAN LINTAS 3 ZONA WAKTU KE HALMAHERA UTARA

Aku berangkat ke Halmahera Utara menggunakan pesawat yang transit di Manado. Dini hari, kami sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta untuk penerbangan pukul 02.30 WIB. Kami menggunakan maskapai Batik Air yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta menuju Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado. Durasi perjalanan selama 3 jam dan sampai di Manado pukul 07.00 WITA sesuai jadwal. Aku transit selama 3 jam di Bandara Sam Ratulangi. Untungnya bandara masih agak sepi pagi itu, sehingga aku bisa beristirahat sebentar menjelang penerbangan ke Kao, Halmahera Utara.


Pukul 09.55 WITA, aku boarding dengan naik pesawat Wings Air jenis ATR 72-600 menuju Bandara Kuabang Kao, Halmahera Utara. Penerbangan Manado-Kao menghabiskan waktu selama 1 jam. Pesawat landing di Kao dengan nyaman. Sudah pukul 12.30 WIT saat pesawat mendarat siang itu. Akhirnya sampai juga aku di tanah Halmahera.

Aku merasa sedang melintasi 3 zona waktu dalam satu hari, Jakarta (WIB)-Manado (WITA)-Kao (WIT) yang masing-masing berbeda 1 jam. Namun, ini jadi perjalanan yang menyenangkan mengeksplore tanah Maluku Utara, khususnya Halmahera Utara dan Morotai.


Bandara Kuabang Kao

Bandara Kuabang Kao adalah gerbang masuk ke Kabupaten Halmahera Utara. Gedung Bandara Kuabang baru saja diresmikan oleh Presiden Jokowi bulan Maret 2021. Sebelumnya Bandara Kuabang beroperasi dengan gedung lama yang di depannya terdapat meriam peninggalan Jepang. Konon, landasan pacunya juga dibuat oleh tentara Jepang pada saat Perang Dunia II.

Bandara Kuabang berada di Kecamatan Kao, sekitar 85 kilometer dari Kota Tobelo, ibukota Halmahera Utara. Bangunan baru Bandara Kuabang didesain dengan atap menyerupai salawaku, senjata perisai tradisional orang Maluku. Gedung bandara baru ini memang tidak terlalu besar, tapi tentu saja lebih luas dibanding terminal bandara lamanya. Fasilitas ruang tunggunya lengkap dengan 2 gate.



Bandara Kuabang Kao sebenarnya memiliki landasan pacu yang cukup panjang yang dapat didarati pesawat Boeing. Namun, sejak pandemi, penerbangan sempat ditutup sehingga membuat beberapa maskapai pesawat boeing tidak lagi beroperasi keluar-masuk Bandara Kuabang. Saat ini hanya pesawat ATR rute Manado-Kao yang dibuka 3x seminggu. Ada satu pesawat Boeing dari maskapai Citilink yang sedang diparkir di Bandara Kuabang saat aku mendarat. Rupanya pesawat Citilink ini adalah pesawat cater untuk keberangkatan karyawan perusahaan tambang emas di Halmahera Utara. Siapa tahu ke depannya akan ada penerbangan setiap hari di Bandara Kuabang dan rutenya pun dibuka lebih banyak selain Manado-Kao. 

Ohya, Bandara Kuabang punya nilai sejarah dengan adanya dua peninggalan Jepang di sana, yaitu meriam dan bunker Jepang. Meriam ini digunakan untuk menyerang Sekutu di Morotai saat Perang Dunia II. Aku sempat melihat meriam Jepang di halaman Bandara Kuabang dekat bangunan lama. Meriam Jepang ini ditutupi semak belukar. Rencananya meriam dipindahkan ke halaman depan bangunan baru bandara bersamaan dengan monumen peresmian Bandara Kuabang oleh Presiden Jokowi.

Untuk bunkernya sendiri tidak terlalu besar. Kini dihinggapi oleh kawanan burung walet yang bersarang di dalamnya. Bunker ini dulu dibangun oleh tawanan Jepang dari Suku Sanger, Banda, dan Jawa pada tahun 1942. Bunker ini menjadi tempat persembunyian panglima tinggi Jepang, Jutai. Mereka berlindung dari serangan Sekutu yang dipimpin oleh Jenderal Mc Arthur yang berbasis di Morotai.

Sejarah telah menjadikan Bandara Kuabang lebih bermakna. Akhirnya aku tahu bahwa Bandara Kao bukan bandara biasa. Kini Bandara Kuabang pun menjadi bandara penting untuk Halmahera Utara menggantikan Bandara Gamar Malamo di Galela yang kini beroperasi untuk penerbangan perintis Sushi Air.


PELABUHAN TOBELO, SENTRA EKONOMI PULAU HALMAHERA

Rupanya Pelabuhan Tobelo ini cukup terkenal bagi negeri kepulauan timur Indonesia. Aku kebetulan menginap di hotel kecil, 500 meter dari pintu gerbang Pelabuhan Tobelo. Dan ternyata Pelabuhan Tobelo ini adalah pelabuhan tersibuk di Halmahera Utara. Aku bisa melihat mobil-mobil pengangkut kopra mondar-mandir keluar-masuk pelabuha. Aku juga bisa melihat banyak bentor (becak motor) salah satu kendaraan rakyat yang digemari di Maluku berseliweran di sekitar pelabuhan. Apalagi di sisi depan Pelabuhan Tobelo merupakan pasar. Aku suka sekali melihat kesibukan kota kecil di Maluku Utara ini. Rasanya begitu hidup.




Pelabuhan Tobelo merupakan pelabuhan yang punya 3 dermaga. Ada dermaga penumpang dan barang, lalu ada dermaga peti kemas. Pelabuhan ini dikelola oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas 1 Tobelo, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan RI.

Aku melihat aktivitas ramai di dermaga penumpang dan barang. Saat itu ada kapal phinisi Hasil Al Amanah dari Bitung, Sulawesi Utara yang bersandar di dermaga beberapa hari. Rupanya kapal ini kapal pengangkut kopra, hasil alam tanah Halmahera. Ada pula kapal barang yang sedang memuat barang-barang untuk dibawa ke Halmahera Timur dan desa-desa di sekitarnya. Kapal barang itu membawakan sejumlah kopra, ikan, dan ikan asap dair Halmahera Timur. Lalu ketika balik, mereka akan mengangkut berbagai barang seperti sembako, alat elektronik, dan kebutuhan sandang-papan lainnya. Sungguh transaksi itu kusaksikan sendiri dan aktivitas ini telah menjadi tradisi bertahun-tahun masyarakat pulau di Maluku. Tobelo menjadi sentralnya alias pusat transaksi di Kepulauan Maluku Utara.


MELIHAT TOL LAUT DI PELABUHAN GALELA

Masih cerita seputar pelabuhan, aku penasaran menelusuri bagaimana orang-orang Halmahera Utara bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, mulai dari pangan, sandang, dan papan. Setelah sebelumnya aku mampir ke dermaga peti kemas Pelabuhan Tobelo yang juga menjadi satu jalan muatan barang-barang kebutuhan sehari-hari dibawa ke Halmahera, ada juga kapal tol laut yang mampir ke Tobelo.

Rupanya di Pelabuhan Galela kutemukan jawabannya. Aku melihat ada Kapal Tol Laut Logistik Nusantara 3 yang datang dari Surabaya. Sedang ada kegiatan bongkar muat barang saat itu.




Kamu sudah tahu kan tentang program tol laut dari Kementerian Perhubungan RI, yang jadi program andalan Presiden Jokowi untuk distribusi logistik yang menjangkau pulau-pulau khususnya di timur Indonesia? Sebelumnya aku melihat kapal tol laut di Kupang, Nusa Tenggara Timur, tapi saat itu kapal tol laut penyeberangan orang.

Nah, di Pelabuhan Galela, tol lautnya khusus kapal pengangkut logistik. Muatannya didominasi oleh sembako, bahan bangunan, dan kebutuhan lainnya yang dibawa dari Pulau Jawa. Beras biasanya diangkut dari Surabaya dan dimuat lagi di Makassar saat kapal ini mampir di Sulawesi Selatan. Untuk semen biasanya ada kapal khusus dari Manokwari yang bersandar di Galela atau Tobelo.

Selain membawa logistik dari Surabaya, selalu ada muatan balik tol laut ini untuk dibawa kembali ke Surabaya. Muatan balik itu biasanya adalah hasil alam dari daerah tersebut. Muatan balik utama dari Halmahera Utara adalah berton-ton kopra dari para petani kopra di seluruh Halmahera, ikan frozen hasil tangkapan nelayan, lalu ada balok-balok kayu batang kelapa. Pokoknya di sana aku melihat kelapa mulai dari batang hingga buahnya tidak ada yang terbuang sia-sia. Semuanya bisa dimanfaatkan bahkan diekspor. Selain itu ada oli bekas yang dibawa balik ke Surabaya untuk diolah kembali.

Menarik sekali mendengar cerita para kuli yang bekerja saat bongkar muat ini. Aku juga sempat berbincang dengan ibu warung di pelabuhan. Katanya, sejak ada kapal tol laut, pelabuhan jadi punya aktivitas lagi. Warungnya jadi ramai, para bapak-bapak jadi punya pekerjaan tambahan saat kapal bersandar. Itu artinya, keberadaan tol laut selain membawa logistik dan menekan disparitas harga di daerah, aktivitas dan transaksi yang terjadi di sekitar pelabuhan pun terjalin. Itu artinya ekonomi di daerah pun tumbuh.


BERLAYAR KE MOROTAI, PULAU PALING UTARA MALUKU DAN TERLUAR INDONESIA

Aku mengenal Morotai dari beberapa teman traveler yang sudah ke sana. Morotai termasuk salah satu destinasi yang diidamkan oleh para pencinta laut karena punya taman bawah laut yang luar biasa indah. Apalagi Morotai juga dimasukkan ke dalam 10 destinasi prioritas oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI. Ini tentu membuatku bertanya-tanya dan penasaran. Morotai seindah apa ya?

Rupanya Pulau Morotai juga penuh sejarah dan disebut sebagai battle field alias medan tempur Perang Dunia II antara Sekutu dan Jepang. Ada banyak monumen-monumen bersejarah di pulau ini. Kisah tentang Perang Dunia II sangat kuat sekali di pulau ini.

Yang membuatnya lebih istimewa lagi, Morotai termasuk salah satu pulau terluar/terdepan Indonesia di bagian utara, berbatasan dengan samudera terluas di dunia, Samudera Pasifik. Ini pula yang membuatnya sangat strategis sebagai jalur lintas benua dan negara. Bahkan Morotai juga dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus karena lokasinya yang strategis itu dan salah satunya juga berkat produksi ikan tuna dalam jumlah besar dari perairan Morotai.


PELABUHAN DARUBA, GERBANG NIAGA PULAU MOROTAI

Aku berlayar dari Pelabuhan Tobelo, Halmahera Utara menggunakan kapal cepat angkutan rakyat ke Pelabuhan Daruba, Morotai. Pelabuhan Daruba ini jadi pusat distribusi logistik ke seluruh Pulau Morotai. Meski pelabuhannya tidak seluas Pelabuhan Tobelo, Morotai, tapi banyak kapal-kapal  besar bersandar membawa segala kebutuhan masyarakat pulau. Kapal-kapal itu salah satunya adalah tol laut Logistik Nusantara 3 dari Surabaya yang juga bersandar di Pelabuhan Galela. Kapal itu membawa berton-ton sembako dan segala kebutuhan masyarakat lainnya. Muatan baliknya lebih kurang sama dengan muatan dari Tobelo, seperti kopra, kayu kelapa, dan bahkan kardus bekas. Iya kardus bekas. Rupanya pengolahan sampah di Morotai sudah lebih maju. Mereka akan memisahkan sampah-sampah kardus dan karton untuk dikumpulkan lalu diangkut balik dengan kapal tol laut, agar bisa didaur ulang di Jawa.

Aku juga melihat kapal pengangkut semen dari Manokwari. Untuk bahan bangunan satu ini, orang Morotai memasok dari Papua Barat. Kemudian ada kapal SPOB pengangkut bahan bakar minyak dari Tobelo.




Bagi yang ingin berwisata ke Pulau Dodola, salah satu destinasi favorit di Morotai, kita bisa naik KM Kolorai yang mengangkut penumpang setiap hari pukul 9 pagi dari dermaga Pelabuhan Daruba. Kapal ini berlayar lalu bersandar di Pulau Dodola sampai pukul 4 sore. Kapal ini akan setia menunggu kita jika ingin mengeksplor Pulau Dodola Besar dan Kecil sampai puas. Tarifnya Rp50.000 pulang-pergi. Tiket wisata Pulau Dodola sendiri hanya Rp10.000/orang.

Di Pulau Dodola sendiri kita bisa berkeliling hutan mangrove dengan menyewa sepeda Rp25.000/orang untuk 1 jam. Lalu ada beberapa kegiatan air di sana seperti banana boat dan cano yang masing-masing juga dikenai biaya Rp25.000/orang.


BANDARA PITU MOROTAI, PANGKALAN UDARA TERBESAR DENGAN 7 LANDASAN PACU

Bandara Pitu Morotai, Maluku Utara punya 7 landasan pacu. Itulah kenapa dinamakan “Pitu”. Bandara ini dulu dibangun oleh tentara Sekutu sebagai pangkalan militer mereka. 7 landasan pacu itu terbuat dari batu karang yang dilicinkan. Kini, landasan yang aktif cuma satu, sisanya tertutupi ilalang.



Kapan lagi bisa berlarian di ujung landasan pacu Bandara Pitu Morotai. Adegan ini punya izin khusus ya dari pihak bandara, tidak untuk umum. Tapi aku suka sekali adegan ini karena betapa riangnya kami di sana mengakhiri wisata sejarah selama kami di Morotai.

Mulanya nama bandara di Morotai adalah Bandara Leo Wattimena Morotai. Lalu ada pergantian nama menjadi Bandara Pitu Morotai. Nama Leo Wattimena tetap digunakan sebagai nama pangkalan udaranya karena sebenarnya bandara di Morotai ini adalah milik TNI AU. Untuk administrasi dan bandara penumpang yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan RI, kita mengenalnya sebagai Bandar Udara Pitu Morotai.

Jika melihat sejarahnya, Bandara Pitu Morotai dibangun oleh pasukan Sekutu saat Perang Dunia II. Itulah alasannya terdapat 7 landasan pacu yang dibangun dari batu karang yang dilicinkan. Ada ribuan pesawat tempur yang mendarat di Morotai pada saat itu dan menggusur Jepang hingga kalah telak pada tahun 1945. Rasanya berada di Morotai membuatku kembali napak tilas tentang pelajaran sejarah saat Perang Dunia II. Pernahkah Morotai disebut-sebut dalam buku pelajaran Sejarah kita? Seingatku tidak. Namun, Morotai adalah saksi bisu sejarah kekalahan Jepang saat itu dan akhirnya momen kekalahannya dijadikan batu loncatan untuk proklamasi kemerdekaan RI. Ternyata Morotai adalah negeri penuh sejarah dan pertumpahan darah ya.

Sebenarnya di Pulau Morotai sendiri terdapat beberapa titik landasan pacu pesawat. Rata-rata adalah perintis yang dibangun oleh Jepang. Tapi yang dijadikan pintu gerbang Pulau Morotai ya Bandara Pitu Morotai ini. Saat ini penerbangan yang tersedia adalah rute Morotai-Ternate-Manado dengan pesawat ATR. Aku terbang ke Jakarta melalui bandara ini tapi mesti transit beberapa kali. Pesawat ATR akan menurunkan penumpang di Ternate, jadi pesawat kami cuma mampir sebentar di Ternate, lalu lanjut ke Manado. Dari Manado, aku transit ganti pesawat menuju Makassar. Di Makassar transit 2 jam, lalu dilanjutkan dengan penerbangan ke Jakarta. Selesai sudah perjalananku meng-explore Halmahera Utara dan Morotai. Nanti untuk tempat-tempat menarik lainnya di Halmahera dan Morotai, akan aku ceritakan terpisah di artikel berikutnya.












Komentar

Popular Posts