Derawan Trip: Kelembutan Paduan Biru-Turquoise-Tosca di Pulau Maratua

Terik matahari yang menyengat tidak mengurungkan tekadku menjelajahi Pulau Maratua, salah satu pulau cantik di Kepulauan Derawan. Dari Pulau Derawan, hanya butuh 45 menit untuk sampai di Pulau Maratua. Kami turun di sebuah dermaga kayu. Kata orang kapalnya, mereka akan menunggu kami di pantai seberang pulau itu. Tanpa arah, kami mulai berjalan saja.

Kami menyusuri hutan bakau melalui jembatan kayu yang panjang tapi lapuk. Air danau payau sangat tenang dan berwarna hijau. Ada beberapa kapal nelayan ditambatkan di pinggir jembatan. Jembatan kayu itu serasa tidak ada habisnya. Sangat panjang dan diapit oleh danau payau serta rimba bakau. Kupikir, mengelilingi Pulau Maratua sama dengan menjelajah hutan mangrove jangan-jangan. Tapi jembatan itu segera berakhir, kok.

Maratua, I'm coming!

Rombongan survivor menelusuri jembatan panjang.

Air payau yang tenang bagai cermin.

Jembatan kayu yang berderit dan lapuk.

Sampailah kami di jalan setapak perkampungan. Jalan tanah dengan kerikil kecil menemani perjalanan siang kami di sana. Ini adalah kampung yang dihuni oleh orang Berau. Peradabannya setidaknya sudah lebih maju dari perkampungan Bajo di Sulawesi yang pernah aku datangi. Ada SD kecil juga di sana. Dan, yang membuat kami sumringah adalah gerobak penjual es krim. Ada juga yang jualan es krim cone. Itu bagaikan oase di padang pasir. Kami berkerumun. Cuma Rp5000 waktu itu, kami bisa merasakan sensasi dingin di terik matahari.

Bahagianya ketemu es krim cone homemade.
Yang lebih menyenangkan lagi, ketika bertemu peradaban di sini, kami diekori oleh sejumlah anak kecil. Kurasa umur mereka masih 5-6 tahun. Kulit yang terbakar cokelat, mengkilat, rambut yang juga ikut kecokelatan kering itu penasaran dengan rombongan kecil traveler ini. Mereka sudah biasa didatangi pengunjung seperti kami. Dan, terjawab sudah mengapa mereka membuntuti. Mereka ingin berfoto rupanya, alih-alih minta duit. Mereka sendiri, lho, yang meminta. Mereka nggak minta hasil fotonya. Bagi mereka difoto itu adalah hal yang menyenangkan, bahkan melihat hasil jepretan di layar digital saja sudah membuat mereka bahagia. Maka, kami melakukan sesi foto bergantian. Mereka menyalami kami dan melambaikan tangan untuk toast dan kissbye. Sepertinya mereka terbiasa dengan pengunjung bule. Ah, dek, pengunjung lokal juga nggak kalah keren, kok.

Bersama anak-anak Pulau Maratua.
Ketika berpisah dengan mereka, kami memasuki lapangan yang berujung pada rimbunan pohon-pohon kelapa. Wah, jalan setapak ini rupanya menjembatani kami dengan resort-resort mewah di Pulau Maratua. Memang, katanya, penginapan di Maratua lebih baik daripada di Pulau Derawan. Resort di sini lebih tertata dan jauh dari perkampungan. Tatanannya juga lebih rapi. Tetapi tentu harganya juga sebanding. Kami mengamati lokasi resort satu per satu. Pas untuk gathering, reuni, outing, bahkan honeymoon. Pantas saja bule menyenangi Pulau Maratua. Apalagi dengar-dengan pulau ini pernah dikunjungi Pangeran William dari UK (Nggak tau benar atau hoax). Keren, ya.

Taman yang nyaman untuk berteduh.

Gerbang resort Maratua lepas pantai.

Pantai Maratua.
Akhirnya kami sampai di ambang pantai. Pasir putih yang lembut menyambut kami. Air laut berwarna turquoise memanggil-manggil kami. Ini dia pantai bersih di Maratua. Tenang, sepi, dan sangat terawat.

Tak ada alasan kami untuk tidak bersantai di tepian Pulau Maratua yang sungguh eksotis itu. Sayang sekali, taman-taman rindang di sekitar resort tidak dapat kami jelajahi dengan leluasa karena kami bukan penyewa resort. Tapi tepian ini sudah cukup untuk melengkapkan penilaianku terhadap kelembutan gradasi warna biru, turqoise, dan tosca. Sedap dipandang.


Kejernihan tepian Maratua.

Turquoise-nya sungguh menggiurkan.

Tanning.

Kawasan pasir di Pulau Maratua.
Sisi lain pasir pantai Maratua.

Ekspresikan dirimu!

Salam muka eksotis.

Komentar

Popular Posts