Setelah perjalanan panjang mencari lokasi Pantai Atuh, aku kegirangan saat sampai. Bukan. Mungkin bukan kegirangan istilah lebih tepatnya. Begitu berdiri di puncak tebing dan melihat ombak memecah karang di bawah sana, aku hanya bisa menganga, bersyukur bisa melihat segala keindahan alam yang masih sangat natural itu, serta ingin berteriak kencang hingga suara memantul ke dinding tebing sambut-menyambut. Mungkin ini yang disebut jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku jatuh cinta pada Atuh yang gagah ini.
Nusa Penida itu megah. Rasa lelah di perjalanan yang berliku terbuang. Aku berdiri di atas tebing tipis yang membagi 2 pantai. Pantai Atuh di sebelah kiri dan Teluk Titibahu di sebelah kanan. Pesonanya sama-sama megah dan natural. Air laut yang berwarna biru memecah garis pantai. Ada satu pura berdiri di Pantai Atuh dan beberapa atap warung yang terlihat sangat kecil dari atas sini. Sementara tak terlihat bangunan apa pun di bagian Teluk Titibahu. Hanya ada karang-karang kecil yang dikikis dan dibentuk oleh hempasan air laut. Mahakarya luar biasa dari Yang Kuasa. Kami berada ratusan meter tingginya dari atas permukaan laut. Dapat melihat dinding-dinding tebing seakan sengaja disusun rapi menghadap lautan.
|
Pesona Atuh, jatuh cinta pada pandangan pertama. (photo by Junisatya) |
Panorama tebing sekejap memesonaku. Meski cuaca sedang tidak bersahabat, di lautan hujan deras dan tebing ini diterpa badai, pesonanya tetap tidak hilang.
Atuh. "A" artinya "tidak". "Tuh" artinya "kering". Atuh berarti "tidak kering". Ini merujuk pada dua mata air (tawar) yang secara ajaib tak pernah kering, terdapat di bagian pantai Atuh. Lokasinya persis di sebelah Pura Atuh. Umat Hindu di kawasan ini percaya bahwa mata air itu keramat mengingat lokasinya bersebelahan dengan garis pantai. Satu mata airnya khusus digunakan untuk hari besar dan upacara adat saja. Karena itulah pantai ini dinamai Pantai Atuh.
Posisinya yang dikelilingi tebing tinggi tampak terlindungi. Ada pulau-pulau batu di sekitarnya. Salah satunya yang menjadi ikon adalah Pulau Melawang atau Pepadasan yang jadi pulau karang terbesar yang berhadapan langsung dengan Pantai Atuh. Pulau karang ini juga biasa disebut Batu Bolong karena karangnya membentuk kolong. Penduduk sekitar percaya bahwa setiap kapal atau perahu yang ingin berlayar ke laut lepas, harus melewati kolong batu tersebut. Percaya atau tidak, mitos ini masih dijalankan oleh penduduk setempat karena bernilai magis.
|
Pantai Atuh yang tersembunyi di balik tebing karang. |
|
Kami berjalan di Bukit Labuhampuak. (Photo by Junisatya) |
Sebelum aku bisa menyusur tebing untuk turun ke Pantai Atuh, hujan deras disertai angin mengguyur. Mau tidak mau kami harus berteduh dulu. Tebing tempat kami berdiri dinamakan Bukit Labuhampuak. Di ujung tebing atau bukit ini terdapat satu penginapan berupa rumah panggung dari kayu. Aku berjalan ke sana sekalian untuk berteduh. Rupanya di sini banyak kera yang berkeliaran. Asal tidak mengganggu habitat mereka, kera-kera ini juga tidak akan mengganggu. Meski sempat ragu juga karena jumlah kera yang menggelayut di bibir tebing cukup banyak.
|
Pemandangan tebing yang memagari Pantai Atuh. (photo by Junisatya) |
|
Pulau Mellawang atau Pepadasan dari Bukit Labuhampuak. |
|
Teluk Titibahu, |
Aku mencapai cottage yang cuma 1 bangunan itu. Berada di sini, embusan angin semakin hebat. Dari sini, aku bisa melihat pulau karang di depan Pantai Atuh dengan lebih jelas, serta dinding-dinding tebing yang memuat teluk-teluk kecil yang sungguh menawan hati. Di sebelah Teluk Titibahu, masih ada Teluk Parangempu. Lalu jika ditelusuri pinggiran tebing ke arah selatan, ada bukit yang dinamai Raja Lima untuk melihat gugusan pulau karang yang tersebar di sekitar Atuh. Penduduk setempat menamainya Pulau Seribu. Tapi wisatawan memberikan nama Raja Lima. Aku sempat tergelitik dan ingin menyeletuk, setelah Raja Ampat (empat) di Papua, inilah Raja Lima di Nusa Penida.
Di top view Raja Lima, terdapat cottage yang sudah terkenal di kalangan wisatawan asing. Tree House. Untungnya pihak pemilik tidak mengklaim wilayah cottage ini sebagai wilayah komersial, jadi kita bisa tetap menikmati Raja Lima tanpa harus menjadi tamu cottage. Menginap di sini dengan view gugusan tebing ini juga tidak buruk. Aku sempat berencana menginap di Tree House. Namun, Ry, teman kami menolak lantaran ia paranoid dengan rumah pohon, kerepotan harus turun-naik setiap ingin buang air, dan tingkat keamanannya kurang terjamin. Awalnya aku hanya menertawainya saja. Namun ketika mencapai tempat ini dalam keadaan angin kencang, aku bersyukur kami tidak jadi menginap di sana. Melihat rumah pohon dari kejauhan, diterpa badai pula, dan bangunan tampak seadanya, berada di pinggiran tebing, membuat nyaliku surut. Aku menelan ludah. Aku takkan bisa menghabiskan malam tanpa harus waspada dengan badai itu. Baiklah, mungkin lain kali aku punya kesempatan menginap di Tree House dalam cuaca yang jauh lebih baik.
|
Tree House dan Raja Lima. (photo by Kak Angga) |
Hari semakin sore saat kami kembali ke bukit Labuhampuak. Saatnya turun ke Pantai Atuh. Untungnya treknya tidak begitu sulit, hanya lebih terjal. Tangga-tangga batu itu sudah disemen dan lebih rapi. Tapi tetap saja harus berhati-hati karena licin. Angin masih sangat kencang berembus. Aku berkali-kali berhenti dan menunduk, karena terlalu gamang berada di lereng tebing curam seperti itu. Butuh tekad yang kuat untuk terus turun karena tidak ada pegangan lain selain akar-akar semak. Aku terus merayap turun disemangati oleh teman-teman yang tak kalah gamang. Tapi masih ada sedikit antusias di benak kami. Ombak di pantai rasanya sudah memanggil-manggil kami dari bawah.
Pasir lembut menyambut langkahku. Batu Bolong lebih dekat dari pandangan. Memang indah, megah, dan gagah. Sebandinglah dengan usaha kami merayapi tebing tinggi ini. Ombak memecah saat menyentuh Batu Bolong itu, menimbulkan efek dramatis di Pantai Atuh. Angin menambah semarak sore kami di Pantai Atuh.
Bersantai di pantai tersembunyi ini adalah pilihan yang tepat. Tak perlu takut pada badai lagi. Tak juga harus takut pada ombak. Karena ada tebing tinggi melindungi dan ada pulau-pulau karang yang menghadang ombak. Aku hanya mendengar deburnya saja yang menggetarkan. Meski menggelegar, suara angin juga tak padam, rasanya berada di sini sangat tentram. Aku memandangi dinding tebing. Tak percaya dapat sampai ke bawah ini dari atas sana setelah melewati perjalanan yang tak sebentar untuk sampai ke titik ini.
|
Hempasan ombak di sela Batu Bolong. |
|
Pantai Atuh dan Batu Bolong. (photo by Junisatya) |
|
Ceria di Pantai Atuh yang tersembunyi. |
|
Tempat bersantai di Pantai Atuh. |
Selama sesorean itu, aku dan teman-teman menikmati pantai ini. Setelah hujan merundung, ombak tampak semakin besar saja mnghempas. Pesona Pantai Atuh emang pecah banget. Siapa saja yang ke sini pasti akan langsung jatuh cinta. Atuh, aku akan kembali lagi. Aku ingin kembali ke sini.
|
Menuruni lereng tebing demi menuju Pantai Atuh. |
Hanum, pantai atuh ini birunya spektakuler. Terbayar lah ya perjuangan jalan mencapai ke bibir pantai ini
BalasHapusSpektakuler, kerennya Masya Allah. Ini mungkin spot terkeren di Propinsi Bali. Tebing Uluwatu lewat. Mba Evi harus ke sini someday. Eh, tapi ajak ajak aku ya. Aku mau lagi ke sana pas cuaca cerah. :))
HapusDuh, baru lihat aja udah jatuh cinta sama pantainya. Bagus banget, apalagi buat mengabadikan foto. Aku sendiri kadang suka ke pantai untuk menghilangkan penat. Setelah dari pantai malah tidak hanya penat yang hilang. Dikasih bonus suatu ide yang bisa ditulisa di blog :)
BalasHapusSalam kenal ya :)
Karena cuaca dan keterbatasan waktu, aku ga sempat hunting foto. Padahal cakep banget. Dari sisi mana pun, Atuh itu keren. Gak perlu filter lagi untuk hasil foto ciamik.
HapusSalam kenal juga, Kak. :)
Halo-halo....
BalasHapusItu rumah pohonnya bikin penasaran. Viewnya juga cantik ya.
Halo Om. Iya, rumah pohonnya lebih gokil dari rumah pohon di Puncak Mas Lampung. Gokil anginnya, semeriwing. Hehehehe. :)
HapusTerima kasih. Padahal itu mendung dan badai lho. Emang lokasinya yang keren, di segala cuaca tetap keren gambarnya. :))
BalasHapusKayaknya asik banget tuh nginep di rumah pohonnya yah, gegitaran di malam hari bareng temen2 sambil ngelilingin api unggun di tanah bawah rumahnya. Asal cuacanya bagus n ga badai pasti unforgetable
BalasHapusIya Kak. Seru banget stay di sana.
Hapus