Potret Anak Urban Milenial

Hari ini aku ingin cerita tentang Jakarta dan pertumbuhan kota di sekitarnya. Setelah pindah belasan tahun lalu dari sebuah kota kecil di Sumatera ke kota besar ini, aku mengalami pergeseran budaya. Jakarta itu hidup dengan segala budaya populer kaum urbannya. Begitu juga aku, tumbuh di kota besar ini dengan berbagai penyesuaian diri selama bertahun-tahun. Kota ini sangat cepat berkembang dan bertumbuh, menerima segala hal, memprosesnya, lalu mendefinisikan dalam satu kata: urban. Lalu, ada pula generasi baby boomers yang kini sedang menginjak Jakarta dengan segala keingintahuannya yang besar. Ya, generasi itu sering disebut milenial. Generasiku, kaumku, yang lahir pada rentang akhir 1980 dan awal 2000.

Banyak orang yang membicarakan tentang generasi milenial ini. Malah lebih banyak yang negatif dibanding yang positif. Padahal dibalik semua itu, generasi milenial Jakarta punya karakteristik yang memberi banyak sekali kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi kota ini. Pergerakan budayanya memang besar-besaran, tapi anak urban milenial membutuhkan effort yang juga sama besarnya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan. Atau bahkan mungkin anak urban milenial ini yang menciptakan perubahan itu. Aku merangkumnya dalam 5 potret anak urban milenial di bawah ini setelah kuamati dan juga kulalui, jadi nggak menggurui kan.

Potret Anak Urban Milenial. jurnaland.com

1. Senang berkumpul

Anak milenial paling senang berkumpul. Kalau dulu banyak yang bilang bahwa SMA itu masa-masanya kita nge-geng, sekarang masih terlihat buktinya nggak cuma di SMA. Ternyata geng itu tumbuh terus dan membentuk geng-geng baru dengan manfaat pertemanan yang berbeda-beda. Friends with benefit. Apalagi anak urban milenial. Nongkrong di coffee shop sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Menyesap kafein sembari mengobrol dengan teman-teman dan siapa tahu dari sana akan muncul ide-ide baru.

Potret Anak Urban Milenial (2). jurnaland.com
Aku dan beberapa teman usai meeting di sebuah kafe di Jakarta.

2. Bekerja freelance dan membutuhkan Co-working space

Sudah tak ada yang heran, kalau sekarang anak urban milenial dicap sebagai kaum yang pembosan dan sering berpindah-pindah kerja. Begitu tidak cocok bekerja di satu tempat atau merasa dirinya tidak berkembang di tempat itu, mereka akan memilih resign dan memulai pekerjaan baru di tempat baru. Setelah perpindahan sering terjadi, kejenuhan pun muncul. Ini kualami dengan sangat sadar. Memutuskan bekerja secara freelance adalah suatu keputusan dengan risiko besar yang mengacu pada finansial. Ketahanan diri dan emosi lebih diuji saat kita memilih keluar dari zona nyaman sebagai karyawan yang dibayar bulanan. Namun, itu tidak terjadi pada diriku saja. Jadi bisa kubilang sebagian besar anak urban milenial memang memilih untuk resign dari kantor dan memulai hidup dengan membuka kreativitas sendiri. Tidak semua orang berani, tapi di antara yang belum bisa keluar dari zona nyaman itu juga memimpikan hal yang sama: kebebasan berkarya. Ambisi sebagian besar anak urban milenial harus diapresiasi. Karena sejak itu pula, lokasi-lokasi strategis yang nyaman untuk bekerja dan punya wifi kencang begitu diincar. Dari sanalah muncul ide membuat co-working space yang mewadahi kreativitas para enterpreneur muda. Apalagi soal jarak dan waktu tempuh di Jakarta berbanding terbalik akibat macet di mana-mana. Ini menjadi alasan utama para pekerja memutuskan resign lantaran lokasi tempat tinggal dan kantornya begitu jauh.

Mobilitas menjadi target pasar yang menarik sebenarnya. Kalau bicara tentang anak urban milenial, tentu tak perlu dipertanyakan soal mobilitas. Mereka cuma kaum yang malas dengan rutinitas, tapi menyukai perpindahan. Kerja freelance adalah pilihan karena kebebasan berkarya membuka peluang untuk bertemu lebih banyak orang dan menggarap proyek dengan berbagai klien. Tentu dibutuhkan effort mobilitas tinggi. Bukan berarti targetnya adalah memiliki mobil yang dapat mendukung mobilitas itu. Justru sebaliknya. Pergerakan manusia sedang digiring untuk menggunakan kendaraan umum. Kini Jakarta lebih efektif menggunakan transportasi transjakarta, commuter line, bahkan LRT yang baru saja diuji coba. Tentu anak urban milenial ke depan akan makin ambisius memilih ruang kerjanya sendiri, bergerak di dalam kota dengan caranya sendiri pula. Yang penting tak kenal batas dalam berkarya. Ketika anak urban milenial mulai bergerak, Jakarta pun memberi akses dan fasilitasnya. Atau sebaliknya. Semua saling terkait.

3. Punya geng traveling bareng

Selain kebebasan berkarya, anak urban milenial paling suka dengan jalan-jalan dan liburan bareng. Kalau dulu solo traveling terlihat begitu hebat, sekarang traveling bersama kawan atau pasangan adalah suatu hal yang lebih menarik. Sepertiku yang juga punya beberapa geng traveling bareng. Nggak direncanakan khusus atau berniat untuk milih-milih teman. Enggak sama sekali. Biasanya geng ini muncul ketika aku ingin ke suatu tempat, lalu seorang teman ingin ikut dan mengajak teman lainnya. Jadilah kami dalam perjalanan menjadi akrab satu sama lain. Aku percaya, traveling itu nggak cuma memperluas wawasan, tapi juga memperluas jaringan. Kita jadi banyak teman. Bahkan ketika pulang, selalu ada rencana jalan bareng berikutnya entah ke mana. Selalu begitu. Setidaknya aku yang begitu. Bandara dan stasiun kereta sudah menjadi teman baikku tentunya. Tak terhitung jumlah betapa loyal dan royalnya aku terhadap 2 terminal itu. Traveling selalu mengasyikkan sekaligus melenakan. Namun, sebagai orang yang hidup di kota besar yang padat dengan tingkat stres berkompetisi yang tinggi, aku selalu butuh rehat dan berlibur sejenak.

Potret anak urban milenial (3). jurnaland.com
Ini geng traveling-ku saat ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Potret anak urban milenial (4). jurnaland.com
Geng traveling-ku saat ke Pulau Kei, Sulawesi Tenggara.

4. Sering datang ke pusat keramaian dan music festival

Sudah lumrah kalau anak-anak urban menyukai keramaian, khususnya music festival. Tak terhitung juga panggung-panggung musik yang diramaikan oleh artis lokal dan internasional diadakan di Jakarta. Kalau nggak ada festival, rasanya kota ini nggak bernadi. Seperti terakhir aku mendatangi Asian Fest dalam semarak Asian Games 2018, lalu seminggu kemudian aku ke Jak-Japan Matsuri di tempat yang sama. Sepertinya Gelora Bung Karno jadi nggak mau sepi usai Asian Games 2018 resmi ditutup. Selalu ada keramaian yang mengundang khalayak. Di mana ada panggung musik, di situ ada segerombolan anak urban milenial yang meramaikannya. Entah karena suka dengan musiknya, suka dengan artisnya, atau sekadar suka kumpul-kumpulnya dan merasakan euforianya. Nggak salah, kan kalau kubilang anak urban milenial itu senang berkumpul.
 
potret anak urban milenial (5). jurnaland.com
Monas jadi pusat perhatian saat Asian Games 2018

Potret anak urban milenial (6). jurnaland.com
None Jakarta.

5. Memilih tinggal di apartemen di lokasi strategis

Nah, ini poin terakhir dan paling penting. Punya tempat tinggal menjadi sebuah pencapaian. Mungkin dulu, para orangtua kita berpikiran punya tanah dan rumah adalah target hidup mahapenting. Aku nggak mengingkarinya, bahkan sampai hari ini. Untuk properti satu ini memang harus dipikirkan karena menyangkut investasi jangka panjang. Tapi, pergerakan dan pertumbuhan ekonomi mengarahkan ke suatu sistem yang berbeda. Hidup di Jakarta mengajarkanku untuk hidup lebih efisien dan efektif, menghargai waktu dan mengedepankan pencapaian. Punya hunian yang nyaman dan menunjang pergerakan itu sepertinya jodoh-jodohan. Mobilitas yang tinggi yang kujelaskan di atas saling terkait dengan tempat tinggal. Bagaimana kita bisa berkarya dan punya jaringan lebih luas jika tidak dimulai dari lingkungan tempat tinggal yang nyaman? Ya, semua berawal dari rumah. Bahkan, seorang traveler yang sudah keliling dunia pun tentu akan kembali ke rumah, entah untuk tinggal, entah untuk transit sebentar.

Namun, kini orang banyak berpikir lebih simple, punya hunian di lokasi strategis dengan harga yang tidak terlalu tinggi. Pembangunan tower apartemen seperti jamur di Jakarta dan kota sekitarnya. Rasanya berinvestasi di properti ini tidak ada salahnya. Ada satu apartemen yang menarik perhatianku, Urban Sky yang berlokasi di Bekasi. Konsepnya TOD alias Transit Oriented Development. Apartemen yang baru launching 1700 unit pada tanggal 9 September lalu ini bakal didirikan dalam 2 tower dan terdapat stasiun LRT berada di kawasannya. Sejak soft launching, sudah ada 500 nama calon penghuni yang sudah mendaftar. Wow, angka yang cukup besar mengingat perencanaan pembangunan tower Urban Sky baru dilakukan tahun ini.

Potret anak urban milenial (6). jurnaland.com
Launching Urban Sky Apartment dan bincang dengan blogger.

Potret Anak Urban Milenial (7). jurnaland.com
Contoh unit studio di Urban Sky Apartment.

Potret Anak urban milenial (8). jurnaland.com
Maket 2 tower Urban Sky Apartment di Bekasi.

PT Urban Jakarta Propertindo sudah menggarap fasilitas di apartemen yang total terdiri dari 3300 unit ini. Tentu itu disesuaikan dengan kebutuhan penghuninya nanti, seperti fasilitas olahraga, co-working space, workshop space, edutainment, dan lain-lain. Siapa lagi penggunanya kalau bukan dituju untuk kalangan urban milenial. Cocok dengan potret anak urban milenial yang aku ungkap di atas, kan. Urban Sky mengutamakan konsep work-life balance. Jadi antara hidup dan pekerjaan itu harus seimbang.

Lokasi Urban Sky ini berada di lingkungan gedung baru kampus Gunadarma di Bekasi. Setidaknya kalau di lingkungan kampus, biaya hidup lebih terjangkau. Bahkan, untuk yang sekadar ingin berinvestasi, kesempatan itu juga sangat terbuka. Banyak sekali mahasiswa dan para pekerja yang kini tertarik tinggal di apartemen dengan fasilitas lengkap dan akses yang gampang. Jadi, peluang investasi di Urban Sky Apartment memang sangat menjanjikan.

Untuk harga per unit juga relatif terjangkau untuk sekelas unit apartemen. Harga per meter persegi sekitar 13 juta. Dilihat dari segi fasilitas dan akses, tentu harganya sebanding. Dengan keadaan jalanan Jakarta yang hampir nggak bisa ditolerir, adanya LRT membuat hidup kita jauh lebih mudah. Jadi, kenapa engga, tinggal di kawasan modern dengan stasiun LRT ada di dalamnya. Jadi ingat dulu semasa aku kuliah di UI, langsung ada akses stasiun kereta di lingkungan kampus. Itu sangat mempermudah mobilitas kehidupan kampus. Apalagi tempat tinggal. Bagi yang ingin berkendara keluar kota, Urban Sky juga punya akses pintu tol nggak jauh dari lokasi. Jadi, sejauh ini Urban Sky sangat ramah bagi calon penghuni yang punya mobilitas tinggi.

Kalau kamu tertarik dengan Urban Sky sama sepertiku, kamu bisa langsung datang ke Marketing Office-nya di Grand Kota Bintang Blok A, Jln. Noer Ali, Jakasampurna, Bekasi atau bisa cek website-nya di www.urbansky.co.id.

Sekilas potret hidup anak urban milenial tampak konsumtif dan bergaya hidup hura-hura, ya. Eits, tunggu dulu. Tinggal di apartemen dengan segala fasilitas yang disediakan seperti di Urban Sky itu hanya wadah. Setelahnya kita dapat memilih arah langkah kita. Kalau punya hunian nyaman dan strategis, urusan kita akan 100 kali lebih mudah. Pertumbuhan ekonomi kreatif membutuhkan ide-ide baru dan segar dari anak urban milenial. Jadi, kalau kita memotret kehidupan para generasi muda milenial, kita harus serba terbuka dan menilai positif. Perkembangan kota besar takkan lepas dari kreasi anak urban milenial ini. Kenapa tidak difasilitasi? Ya, kan?!

Komentar

  1. Penggambaran pas bgt soal Kaum Milenial dgn Gaya Hidupnya. Tantangan nya menyediakan perumahan yg cocok dengan lifesLife mereka yg pasti beda dgn generasi sebelum nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Kebutuhan kaum milenial memang beda sama generasi sebelumnya. Pengen yang serba praktis karena kaum urban milenial ini cenderung berpikir mobilitasnya ketimbang "terlalu nyaman" sama satu tempat. Cukup teman atau pasangan aja yang bikin nyaman. *eh

      Hapus
  2. Fasilitas yg disediakan pihak pengembang apartemen itu bener bgt, dibutuhkan saat ini. Apalagi setelah mencoba, ngerjain pekerjaan enak dikerjakan di coworking space drpd didalam kamar yg terlalu banyak gangguannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau di kamar, lihat kasur, bawaannya pingin peluk gelung ya Mas. :D

      Hapus
  3. Kalau sekarang sih mau tinggal di aman penting ada tempat untuk bekerja dengan nyaman :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bahkan sekarang aja orang banyak memilih bekerja on the go ya.

      Hapus
  4. Ahaha. Kalau saya sih nomor 3 banget.


    Bener nih, enak juga ya kalau punya hunian yang di bagian bawahnya ada coworking space nya dan fasilitas penunjang untuk bekerja lainnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berarti aku nggak mengada-ada ya nulis potret anak urban milenial. :D

      Hapus
  5. Iya sekarang bekerja ngga mesti ngantor yaa, dan apartemen memang pilihan rasional..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Semua serba simple sekarang. Daripada menghabiskan waktu berjam-jam di jalan, emang work from home jadi pilihan. Bisa kerja di mana aja.

      Hapus

Posting Komentar

Popular Posts