Trip to Ujung Genteng (VII) : Traffic Jam, Karaoke, and Ice Cream


 Destination is finally done...


 Setelah bersih-bersih, kami langsung berangkat pulang. Liburan berakhir. Wait, Perjalanan masih panjang. Masih ada sekitar 9 jam lagi yang harus kami tempuh untuk sampai di Jakarta. Prediksi kami adalah perjalanan pulang biasanya lebih cepat. Entah itu sekadar asumsi atau menghibur diri.
Pada menit-menit awal, semua personil tertidur karena kecapean. Kecuali Junisatya yang konsentrasi menyetir. Seakan tersadar karena laju mobil semakin cepat dan jalanan berguncang-guncang, kami pun bangun. Untuk mengusir kantuk, kami menyalakan musik dan karaokean bersama sambil melihat pemandangan bukit. Tentu saja semua jadi melek.

Kami berencana untuk makan siang saat memasuki kota Sukabumi. Tapi waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Kami berhenti di pom bensin untuk ke toilet dan sholat. Rencana kuliner makanan Sunda pun tertunda. Perut lapar tapi jalanan mulai macet. Kami mengisi amunisi dengan jajan di Alfamart. Lumayan untuk mengusir lapar sejenak.

Jalanan semakin mandek karena ada perbaikan di sana-sini. Kami juga baru ingat bahwa hari itu adalah hari terakhir liburan sekolah, jadi wajar kalau jalanan ramai dan padat begitu. Semua mobil berplat B dan F. Semua menuju ke arah Bogor dan Jakarta. Sepertinya kami harus lebih bersabar lagi nih di jalan.

Mulut tak berhenti mengunyah dan mengoceh di sepanjang macet. Tak ada yang benar-benar tidur karena mata kami awas menangkap tanda-tanda adanya restoran Sunda. Seakan menyerah, kami pun berhenti di warung ayam bakar di pinggir jalan. Perut sudah tak bisa berkompromi. Dengan lahap, 1 ekor ayam itu pun ludes seketika.

Ciawi sudah dekat. Dan hari mulai gelap. Jalanan semakin padat. Kami berhenti lagi di sebuah pom bensin di Ciawi untuk istirahat sejenak. Es krim menjadi cemilan dingin yang kami lahap berikutnya. Es Krim Wall's Buavita berbagai rasa dicoba. Bahkan dari satu es krim aja bisa muncul perdebatan dan konflik (alias berebutan). Kata orang-orang tua, es krim bisa menenangkan dan meredakan stres. Tapi es krim bisa meluluhkan lelahkah?

Untungnya belum ada yang bosan dengan jalanan malam itu. Semua pasrah jam berapa pun sampai di rumah. Yang penting selamat.

Lagu dan video Westlife pun kami putar di mobil. Lumayan untuk membunuh jenuh. Tol Jagorawi... Tol Cikampek... Kami ke Tambun terlebih dahulu mengantar Ririn. Tapi masih pakai nyasar. Kami kesasar di Cikunir. Lumayan tuh menghabiskan waktu 30 menit sendiri untuk balik arah. Junisatya semakin menggila membawa Avanzano-nya.

Persis pukul setengah 11 malam, kami sampai di rumah Ririn. Disambut sumringah oleh ibunya. Disambut meriah juga dengan nasi goreng di rumahnya. Wah, kebetulan, perut sudah lapar lagi, ditemani kerupuk kulit. Usai makan, kami masih duduk berselonjor, mengumpulkan sisa-sisa tenaga untuk melanjutkan perjalanan. Junisatya, si single fighter mesti dipijit dulu karena Kratingdeng pun sudah tak mempan menambah tenaganya.

1 jam di rumah Ririn, kami paksakan untuk bergerak. Tujuan selanjutnya adalah rumah Lia di Pasar Rebo. Menjelang tengah malam itu, tol Cikampek masih terbilang padat. Tenaga serasa sudah habis, yang tersisa adalah kantuk. Bahkan sang driver juga sudah 'mabuk nyetir' sepertinya. Tapi semua dihajar. Kami masih berusaha untuk konstan bercanda meski kualitasnya menurun drastis.

Sampai juga di rumah Lia. Ageng dan Ail juga ikut turun di sana dan lanjut naik taksi. Ageng sempat trouble karena sebelumnya lupa izin dengan ortunya, sehingga saat ia sampai di rumah, rumah terkunci rapat. Sementara Ail masih terus ke arah Kebun Jeruk, rumahnya. Aku dan Junisatya langsung melintas bebas hambatan ke arah Tebet.

Saat aku turun, yang terlihat di mobil adalah sampah dan sisa-sisa jajanan. Lumayan tuh buat menambah stock makanan.

Dengan begitu, perjalanan selesai. Destination berakhir. Sampai bertemu di liburan selanjutnya, Teman.

Komentar

Popular Posts